Monday, April 03, 2006

Prospek Energi Panas Bumi di Indonesia

30 Januari 2006 08:18:48
Prospek Energi Panas Bumi di Indonesia
http://www.dpmb.esdm.go.id/

Prospek Energi Panas Bumi di Indonesia

Dalam rangka memasuki era industrialisasi maka kebutuhan energi terus meningkat dan untuk mengatasi hal ini perlu dipikirkan penambahan energi melalui pemilihan energi alternatif yang ramah terhadap lingkungan. Salah satu energi altematif tersebut adalah pemanfaatan energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia. Tulisan ini akan menguraikan secara garis besar tentang kebutuhan energi dan peranan energi panas bumi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi serta prospeknya di Indonesia.

Pendahuluan

Keberhasilan pembangunan pada PELITA V telah meletakkan dasar-dasar pembangunan industri yang akan dilaksanakan pada PELITA VI dan tahun-tahun berikutnya, ternyata mempunyai konsekwensi dalam hal penyediaan energi listrik untuk dapat menggerakkan kegiatan industri yang dimaksud. Untuk mengatasi kebutuhan energi listrik yang terus meningkat ini, usaha diversifikasi energi mutlak harus dilaksanakan. Salah satu usaha diversifikasi energi ini adalah dengan memikirkan pemanfaatan energi panas bumi sebagai penyedia kebutuhan energi listrik tersebut. Dasar pemikiran ini adalah mengingat cukup tersedianya cadangan energi panas bumi di Indonesia, namun pemanfaatannya masih sangat sedikit. Indonesia sebagai negara vulkanik mempunyai sekitar 217 tempat yang dianggap potensial untuk eksplorasi energi panas bumi.

Bila energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal, kiranya kebutuhan energi listrik yang terus meningkat akan dapat dipenuhi bersama-sama dengan sumber energi lainnya. Pengalaman dalam memanfaatkan energi panas bumi sebagai penyedia energi listrik seperti yang telah dilaksanakan di Jawa Tengah dan Jawa Barat akan sangat membantu dalam pengembangan energi panas bumi lebih lanjut.

Dasar Teori

Panas bumi adalah anugerah alam yang merupakan sisa-sisa panas dari hasil reaksi nuklir yang pernah terjadi pada awal mula terbentuknya bumi dan alam semesta ini. Reaksi nuklir yang masih terjadi secara alamiah di alam semesta pada saat ini adalah reaksi fusi nuklir yang terjadi di matahari dan juga di bintang-bintang yang tersebar di jagat raya. Reaksi fusi nuklir alami tersebut menghasilkan panas berorde jutaan derajat Celcius. Permukaan bumi pada mulanya juga memiliki panas yang sangat dahsyat, namun dengan berjalannya waktu (dalam orde milyard tahun) suhu permukaan bumi mulai menurun dan akhirnya tinggal perut bumi saja yang masih panas berupa magma dan inilah yang menjadi sumber energi panas bumi.

Energi panas bumi digunakan manusia sejak sekitar 2000 tahun SM berupa sumber air panas untuk pengobatan yang sampai saat ini juga masih banyak dilakukan orang, terutama sumber air panas yang banyak mengandung garam dan belerang. Sedangkan energi panas bumi digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik baru dimulai di Italia pada tahun 1904. Sejak itu energi panas bumi mulai dipikirkan secara komersial untuk pembangkit tenaga Iistrik.

Energi panas bumi adalah termasuk energi primer yaitu energi yang diberikan oleh alam seperti minyak bumi, gas bumi, batubara dan tenaga air. Energi primer ini di Indonesia tersedia dalam jumlah sedikit (terbatas) dibandingkan dengan cadangan energi primer dunia. Sebagai gambaran sedikitnya atau terbatasnya energi tersebut adalah berdasarkan data pada Tabel I.

Tabel 1 Cadangan energi primer dunia.

cadangan Minyak Bumi

Indonesia 1,1 %

Timur Tengah 70 %

Cadangan Gas Bumi

Indonesia 1-2 %

Rusia 25 %

Cadangan Batubara

Indonesia 3,1 %

Amaerika Utara 25 %

Energi panas bumi yang ada di Indonesia pada saat ini dapat dikelompokkan menjadi:

1. Energi panas bumi "uap basah"

Pemanfaatan energi panas bumi yang ideal adalah bila panas bumi yang keluar dari perut bumi berupa uap kering, sehingga dapat digunakan langsung untuk menggerakkan turbin generator listrik. Namun uap kering yang demikian ini jarang ditemukan termasuk di Indonesia dan pada umumnya uap yang keluar berupa uap basah yang mengandung sejumlah air yang harus dipisahkan terlebih dulu sebelum digunakan untuk menggerakkan turbin.

Gambar 1. Pembangkitan tenaga listrik dari energi panas bumi "uap basah".

Uap basah yang keluar dari perut bumi pada mulanya berupa air panas bertekanan tinggi yang pada saat menjelang permukaan bumi terpisah menjadi kira-kira 20 % uap dan 80 % air. Atas dasar ini maka untuk dapat memanfaatkan jenis uap basah ini diperlukan separator untuk memisahkan antara uap dan air. Uap yang telah dipisahkan dari air diteruskan ke turbin untuk menggerakkan generator listrik, sedangkan airnya disuntikkan kembali ke dalam bumi untuk menjaga keseimbangan air dalam tanah. Skema pembangkitan tenaga listrik atas dasar pemanfaatan energi panas bumi "uap basah" dapat dilihat pada Gambar 1.

2. Energi panas bumi "air panas"

Air panas yang keluar dari perut bumi pada umumnya berupa air asin panas yang disebut "brine" dan mengandung banyak mineral. Karena banyaknya kandungan mineral ini, maka air panas tidak dapat digunakan langsung sebab dapat menimbulkan penyumbatan pada pipa-pipa sistim pembangkit tenaga listrik. Untuk dapat memanfaatkan energi panas bumi jenis ini, digunakan sistem biner (dua buah sistem utama) yaitu wadah air panas sebagai sistem primemya dan sistem sekundernya berupa alat penukar panas (heat exchanger) yang akan menghasilkan uap untuk menggerakkan turbin.

Energi panas bumi "uap panas" bersifat korosif, sehingga biaya awal pemanfaatannya lebih besar dibandingkan dengan energi panas bumi jenis lainnya. Skema pembangkitan tenaga listrik panas bumi "air panas" sistem biner dapat dilihat pada Gambar 2.

Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "air panas"

3. Energi panas bumi "batuan panas"

Energi panas bumi jenis ini berupa batuan panas yang ada dalam perut bumi akibat berkontak dengan sumber panas bumi (magma). Energi panas bumi ini harus diambil sendiri dengan cara menyuntikkan air ke dalam batuan panas dan dibiarkan menjadi uap panas, kemudian diusahakan untuk dapat diambil kembali sebagai uap panas untuk menggerakkan turbin. Sumber batuan panas pada umumnya terletak jauh di dalam perut bumi, sehingga untuk memanfaatkannya perlu teknik pengeboran khusus yang memerlukan biaya cukup tinggi. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "batuan panas" dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "batuan panas"

Kebutuhan Energi di Indonesia

Sudah dikemukakan bahwa keberhasilan pembangunan terlebih lagi dalam rangka menggerakkan perindustrian di Indonesia, maka kebutuhan energi akan terus meningkat dengan pesat. Masalah kebutuhan energi dan usaha untuk mencukupinya merupakan masalah serius yang harus dipikirkan, agar energi primer khususnya energi fosil yang ada tidak terkuras habis hanya "sekedar dibakar "untuk menghasilkan tenaga listrik. Padahal sumber daya alam energi fosil merupakan sumber kekayaan yang sangat berharga bila digunakan sebagai bahan dasar industri petrokimia. Dalam bidang industri petrokimia ini Indonesia sudah cukup berpengalaman mulai dari mendesain, membangunnya sampai dengan mengoperasikannya, sehingga pemanfaatan bahan bakar fosil melalui industri petrokimia jelas akan mendatangkan devisa yang sangat besar.. Atas dasar pemikiran ini maka sebaiknya sumber daya alam energi fosil difokuskan untuk industri petrokimia, sedangkan kebutuhan energi dipikirkan dari sumber energi primer lainnya misalnya energi panas bumi.

Sebagai gambaran kebutuhan atau konsumsi energi di Indonesia berdasarkan sektor kebutuhan untuk industri, transportasi dan rumah tangga pada Pelita Vl adalah seperti yang tampak pada Grafik 1.

Berdasarkan data yang telah diolah pada Grafik 1 tersebut di atas, tampak bahwa kebutuhan energi meningkat dari 284,3 juta SBM pada akhir Pelita V menjadi 504,5 SBM pada akhir Pelita VI. Dalam pengamatan tampak juga bahwa konsumsi energi sektor industri meningkat lebih cepat dibandingkan sektor-sektor lainnya. Hal ini terlihat dari pangsa konsumsi energi sektor industri meningkat dari 38,0 % pada akhir Pelita V menjadi 48,6 % pada akhir Pelita Vl.

Penyediaan Energi di Indonesia

Mengingat akan banyaknya kebutuhan energi yang diperlukan untuk menggerakkan pembangunan khususnya dalam bidang industri seperti telah ditampilkan pada Grafik l di atas, maka persoalan berikutnya adalah bagaimana mengenai penyediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Mengenai penyediaan energi tersebut usaha diversifikasi telah dilakukan agar kebutuhan energi tidak semata-mata tergantung pada minyak bumi saja. Untuk itu dapat dilihat penyediaan energi primer berdasarkan jenis energi yang ada di Indonesia seperti tampak pada Grafik 2

Bila dikaji dari data yang telah diolah melalui Grafik 2 tersebut di atas, tampak bahwa usaha diversifikasi energi primer telah berhasil menurunkan pangsa pemakaian minyak bumi dalam usaha memenuhi kebutuhan energi dari 63,7 % pada akhir Pelita V menjadi 52,3 % pada akhir Pelita Vl. Sedangkan pangsa pemakaian batubara mengalami kenaikan dari 8,2 % pada akhir Pelita V menjadi 17,5 % pada tahun 1998/99 ini.

Selain dari pada itu, bila dikaji lebih cermat ternyata pemakaian energi panas bumi yang selama ini sering terabaikan, temyata sudah mulai diperhatikan sebagai usaha mencukupi kebutuhan energi di Indonesia. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa pada tahun 1994/95 (akhir Pelita V) pangsa energi panas bumi hampir tak berarti hanya sekitar 0,6 % saja dari seluruh pemenuhan kelzutuhan energi, akan tetapi pada tahun 1998/99 pangsa energi panas bumi telah naik hampir 3 kali lipat menjadi 1,7 %. Keadaan ini sudah barang tentu sangat memberikan harapan bagi pengembangan energi panas bumi pada masa mendatang.

Prospek Energi Panas Bumi di Indonesia

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai prospek energi panas bumi di Indonesia, ada baiknya kalau melihat pemanfaatan energi panas bumi di negara lain sebagai upaya pemenuhan kebutuhan energinya. Berdasarkan beberapa acuan dapat dilihat pemanfaatan energi panas bumi di beberapa negara seperti tampak pada Tabel 2.

Tabel 2 Pemanfaatan dan perkembangan energi panas bumi di berbagai negara

Negara

1976 (MW)

1980 (MW)

1985 (MW)

2000 (MW)

Amerika Serikat
Italia
Filipina
Jepang
Selandai Baru
Meksiko
Islandia
Rusia
Turki
China
Indonesia
Argentina
Kanada
Spanyol

522
421
-
68
192
78,5
2,5
3
0,5
1
-
-
-
-

908
455
443
218
203
218
64
5,7
0,5
3
2,3
-
-
-

3.500
800
1.726
6.900
282
1.000
150
-
400
50
32,3
20
10
25

30.000
-
4.000
48.000
352
10.000
500
-
1.000
200
3.500
-
-
200

Jumlah

1.288,5

2.520,5

14.895,3

97.752

Apabila dilihat dari Tabel 2 tersebut di atas, tampak bahwa pemenuhan kebutuhan energi listrik pada beberapa negara melalui pemanfaatan energi panas bumi terus meningkat. Angka-angka untuk berbagai negara pada tahun 2000 masih merupakan perkiraan yang masih terus dikaji ulang.

Indonesia sebagai negeri vulkanik memiliki 217 tempat yang diperkirakan potensial sebagai sumber energi panas bumi. Berdasarkan perkiraan data tahun 1997 potensi energi panas bumi di Indonesia adalah sebagai yang tertera pada Tabel 3.

Tabel 3 Potensi energi panas bumi di Indonesia

Daerah sumber energi panas bumi

Potensi energi panas bumi (MW)

Sumatera
Jawa
Sulawesi
Nusa Tenggara
Maluku
Irian Jaya

9.562

5.331

1.300

200

100

165

Jumlah Kesuluruhannya

16.658

Apabila dilihat dari Tabel 2 tampak bahwa pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia pada tahun 1985 baru 32,3 MW, sedangkan menurut data terakhir sampai dengan tahun 1997 energi panas bumi yang sudah dimanfaatkan mencapai 305 MW. Dalam waktu sekitar 10 tahun telah terjadi kenaikan kurang lebih 10 kali, suatu kenaikan yang cukup optimis dalam hal pemanfaatan energi panas bumi. Padahal pemanfaatan yang mencapai 305 MW pada tahun 1997 tersebut baru 1,83 % dari potensi energi panas bumi yang ada.

Pangsa pemanfaatan energi panas bumi 1,83 % dari total potensi yang tersedia sudah barang tentu masih sangat kecil. Oleh karena itu kemungkinan untuk menaikkan pangsa pemanfaatan energi panas bumi masih sangat terbuka lebar, dengan kata lain bahwa prospek pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih sangat menguntungkan bagi para penanam modal yang akan bergerak dalam bidang energi panas bumi. Hal ini terbukti dengan akan dibangunnya lagi 4 unit berkekuatan 55 MW di Gunung Salak Jawa Barat, suatu proyek patungan antara Pertamina dan PT Unocoal Geotherrnal Indonesia. Proyek-proyek berikutnya sudah barang akan segera disusul oleh penanam modal lainnya, mengingat bahwa kebutuhan energi di Indonesia yang terus meningkat.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa prospek pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia cukup menjanjikan. Apalagi kalau diingat bahwa pemanfaatan energi panas bumi sebagai sumber penyedia tenaga listrik adalah termasuk teknologi yang tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, suatu hal yang dewasa ini sangat diperhatikan dalam setiap pembangunan dan pemanfaatan teknologi, agar alam masih dapat memberikan daya dukungnya bagi kehidupan umat manusia. Bila pemanfaatan energi panas bumi dapat berkembang dengan baik, maka kota-kota di sekitar daerah sumber energi panas bumi yang pada umumnya terletak di daerah pegunungan, kebutuhan tenaga listriknya dapat dipenuhi dari pusat listrik tenaga panas bumi. Apabila masih terdapat sisa daya tenaga listrik dari pemanfaatan energi panas bumi, dapat disalurkan ke daerah lain sehingga ikut mengurangi beban yang harus dibangkitkan oleh pusat listrik tenaga uap, baik yang dibangkitkan oleh batubara maupun oleh tenaga diesel yang keduanya menimbulkan pencemaran udara.


Prospek Bisnis Panasbumi

Cadangan minyak nasional diindikasikan semakin menipis dan pada tahun 2000. Indonesia akan menjadi pengimpor minyak, sedangkan cadangan batubara dan gasbumi akan terbatas menjadi sumber energi primer karena peranannya bergeser menjadi komoditi ekspor. Maka panasbumi dapat diharapkan menjadi salah satu sumber energi pilihan utama mengisi kebutuhan energi apabila dikelola secara profesional dan efisien.

KUBE (Kebijaksanaan Umum Bidang Energi) merupakan pedoman seluruh instansi pemerintah maupun swasta dalam mengembangkan potensi energi setiap Repelita. Khusus untuk sumber energi panasbumi, pengembangannya masih sangat lamban jika dibandingkan dengan pengembangan sumber energi lainnya. Sehingga sampai saat ini pemanfaatan sumber panasbumi baru mencapai sekitar 5%. Ditinjau dari potensi panasbumi yang diperkirakan sebesar 19.000 MW, menjadikan panasbumi suatu alternatif yang potensial sebagai energi alternatif di masa depan.

Pada tahun 1974, mulai dilaksanakan eksplorasi sumber panasbumi oleh Pertamina dan pada tahun 1982, PLN berhasil membangun pembangkit listrik PLTP Kamojang Unit 1 sebesar 30 MW kemudian diteruskan pembangunan Unit 2 & 3 dengan kapasitas 2x55 MW pada tahun 1986, setelah itu Pertamina terus melakukan pemboran uap di lapangan Kamojang sehingga saat ini tersedia uap di mulut sumur antara 40 - 60 MW.

Saat dimulainya pengusahaan panasbumi di lapangan Kamojang tersebut (pada tahun 1974), belum ada ketentuan yang jelas mengenai pengaturan dan pengelolaan dalam pemanfaatan suatu lapangan panasbumi. Kemudian pada tahun 1981 muncul Keppres No. 22 Tahun 1981 tentang pemberian kuasa pengusahaan dan eksplorasi sumberdaya panasbumi untuk pembangkitan energi/listrik kepada Pertamina di Indonesia. Ternyata proses pengembangannya masih dinilai lambat, sehingga perlu dimunculkan Keppres No. 45 Tahun 1991 yang mengatur bahwa selain Pertamina diijinkan pula BUMN yang lainnya serta Swasta Nasional dan Koperasi dapat ikut serta mengusahakan sumberdaya panasbumi untuk pembangkit listrik. Dengan memberi peran yang luas kepada swasta nasional inipun masih banyak ditemui kendala dalam pengembangan panasbumi. Akhirnya muncul Keppres No. 37 Tahun 1992 yang mengijinkan pihak swasta dalam pengusahaan tenaga listrik termasuk sumber energi dari panasbumi.

Namun berbagai resiko masih melekat dalam pengembangan panasbumi di Indonesia, antara lain adalah masalah kelembagaan yang timbul antara eksistensi Pertamina dan PLN, masalah regulasi lainnya dalam bidang energi, secara akumulatif menyebabkan pengembangan panasbumi berjalan lambat dan akhirnya membawa konsekuensi biaya tinggi yang tercermin oleh tingginya harga jual listrik PLTP. Sejak 1994 sebanyak 11 buah ESC (Energy Sales Contract) sudah ditandatangani.

Menarik pengalaman dari keberhasilan Pertamina, banyak investor swasta yang ingin investasi dalam pengembangan panasbumi tetapi harga jual listrik masih mahal sekitar 8 sen dolar (lihat Tabel 1), hal ini disebabkan karena belum adanya regulasi yang tepat dan mereka menganggap proyek ini berisiko tinggi. Oleh sebab itu perlu mengkaji kembali pola pengusahaan panasbumi untuk mencari bentuk regulasi atau usaha lain yang lebih tepat dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai keuntungan di bidang energi secara nasional. Oleh karena itu pada awal 1998 Pemerintah sedang menggodok Keppres baru tentang panasbumi yang memberikan beberapa kemudahan antara lain laju penyusutan sebesar 50% untuk intangential dan 10% untuk fixed asset.

Karakteristik Panasbumi

Panasbumi merupakan sumber energi terbarukan, sehingga apabila tidak secepatnya dimanfaatkan akan hilang karena waktu dan terlewatkan begitu saja. Energi panasbumi merupakan energi yang dapat dieksport, sehingga berpotensi untuk memacu pengembangan daerah yang terdapat sumber panasbumi, baik untuk pembangkit listrik maupun untuk kegunaan lain. Selain itu pemanfaatan panasbumi telah dinyatakan sebagai energi yang bersih, karena dengan teknik reinjeksi air limbah ke dalam perut bumi akan membawa manfaat ganda yaitu selain untuk menghindari adanya pencemaran air juga untuk mengisi kembali air kondensat (pendingin) ke dalam reservoir. Jenis gas buang yang sebagian besar (96%) terdiri dari gas CO2, ternyata dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan bagi proses pembuatan minuman kaleng seperti soft drink dan lain sebagainya.

Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Panasbumi

Usaha pemanfaatan panasbumi terus diupayakan semaksimal mungkin. Hal ini berkaitan dalam rangka program penganekaragaman energi, penghematan BBM serta dalam rangka indeksasi. Dalam implementasi pengembangan panasbumi di lapangan ternyata menunjukkan adanya kurang tertariknya investor sehingga kemajuan pengembangannya mengalami kelambatan. Oleh sebab itu Pemerintah telah mengambil langkah untuk mengantisipasi keadaan tersebut melalui penerbitan beberapa Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri untuk mengatur pengelolaan panasbumi antara lain:

  • Keppres No. 22 Tahun 1981 tentang Kuasa Pengusahaan Eksplorasi dan Ekploitasi Sumberdaya Panasbumi Untuk Pembangkitan Energi/Listrik Kepada Pertamina di Indonesia. Isi Keppres ini antara lain adalah bahwa apabila Pertamina belum atau tidak bisa melaksanakan pengusahaan tersebut, Menteri Pertambangan dan Energi dapat menunjuk pihak lain sebagai Kontraktor untuk mengadakan kerjasama dengan Pertamina dalam bentuk Kontrak Operasi Bersama (Join Operation Contract).
  • Keppres No. 45 Tahun 1991 tentang Perubahan Keppres No. 22 Tahun 1981. Intinya adalah memberikan ijin kepada BUMN lain selain Pertamina, dan Badan Usaha Milik Nasional lain yang berstatus badan hukum termasuk koperasi untuk keperluan usaha ketenagalistrikan dan usaha lainnya.

Saat ini kebijaksanaan yang mengatur perpajakan pengusahaan sumberdaya panasbumi tertuang dalam Keppres No. 11 tahun 1989 tentang Penundaan Pembayaran Pajak Penambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Pencarian Sumber dan Pemboran Untuk Minyak, Gasbumi dan Panasbumi Bagi Pengusahaan Yang Belum Berproduksi. Di sisi lain, pengusahaan sumber panasbumi juga ada kebijaksanaan penurunan pajak dari 46% seperti tertuang dalam Keppres No. 49 Tahun 1991 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan-pungutan Lainnya Terhadap Pelaksanaan Kuasa dan Ijin Pengusahaan Sumberdaya Panasbumi untuk Pembangkit Energi Listrik. Penurunan pajak dimaksud adalah untuk Bea Masuk dan Bea Meterai Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penjualan untuk Barang Mewah, Pajak Penghasilan, Pajak Penambahan Nilai atas Barang dan Jasa, dan Pungutan-pungutan Lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan terhadap Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumberdaya Panasbumi Skala Besar dan Ijin Pengusahaan Sumberdaya Panasbumi Skala Kecil. Ketentuan pajak tersebut hanya berlaku untuk usaha penyediaan uap (sisi hulu) tetapi tidak berlaku di sisi hilir (energi listrik).

Tabel 1. harga Beli Listrik PTLTP Swasta di Jawa Barat

Lapangan

Operator

Harga Beli
(sen dolar/ kWh)

Awal Konstruksi

Tarif bervariasi :
Salak (165 MW)
Wayang Windu (220 MW)
Karaha (220 MW)
Patuha (220 MW)

Unocal
Mandala Nusantara
Karaha Bodas Co.
Patuha Power Ltd.

7,281
7,240
7,298
7,252

Jun 1995
Jun 1997
Des 1997
Des 1997

Tarif Flat selama 30 tahun:
Cibuni (10 MW)
Kamojang (60 MW)
Darajat (275 MW)

Yala Teknosa Geothermal
Latoka Trimas Bina Energi
Amoseas

6,700
6,890
6,950

Terlambat
Jun 1997
Jun 1997

Sampai saat ini sudah 11 perusahaan swasta memiliki kontrak jual beli energi listrik dengan PLN di mana di dalam ketentuan kontraknya menyebutkan bahwa energi listrik yang dibangkitkan oleh perusahaan swasta tersebut harus dibeli oleh PLN dengan menggunakan pasal "take or pay" dengan batas faktor kapasitas tertentu terhadap nilai maksimum produksi pembangkit. Selain itu harga uap atau harga listrik yang dibeli PLN relatif mahal, namun karena keterkaitan kontrak maka walaupun memberatkan, PLN harus menyediakan dana subsidi untuk menutupi kekurangan pembayaran pembelian terhadap tarif jual listrik swasta.

Prospek Pasar

Cadangan minyak nasional diindikasikan semakin menipis dan pada tahun 2000, Indonesia akan menjadi pengimpor minyak sedangkan cadangan batubara dan gasbumi akan terbatas menjadi sumber energi primer karena peranannya bergeser menjadi komoditi ekspor. Maka panasbumi dapat diharapkan menjadi salah satu sumber energi pilihan utama mengisi kebutuhan energi apabila dikelola secara profesional dan efisien, contohnya di Pulau Sumatera.

Pada akhir Repelita VI, diperkirakan sistem Sumatera telah interkoneksi secara integrated yang terdiri dari sistem-sistem Wilayah I, II, III dan IV.

  • Wilayah I Sistem Aceh - akan mengalami cadangan yang rendah sampai dengan tahun 1998 yaitu 4 - 18%. Bila transmisi 150 kV Langsa - Banda Aceh selesai (Loan ADB Power XXIV) tahun 1998 maka Wilayah I dan II akan interkoneksi sehingga gabungan cadangan sistem akan membaik.
  • Wilayah II Sistem Medan - sedang mengalami cadangan yang tinggi tetapi memiliki keandalan sistem kurang baik. Hal ini disebabkan adanya kapasitas PLTGU yang terlalu besar jika dibandingkan dengan beban puncak sistem. Sampai Repelita VII, PLN tidak akan menambah pembangkit baru tetapi pengembangan selanjutnya akan dipasok dari proyek IPP (Independent Power Producer). Sebagian dari proyek IPP tersebut adalah PLTP yang berlokasi di daerah yang belum pernah dikembangkan potensi uap panasbuminya, sehingga ada faktor resiko ketidak pastian tersediannya IPP sesuai jadwal.
  • Wilayah III Sistem Padang - memiliki cadangan yang sangat besar dengan telah beroperasinya PLTA dan PLTU skala besar. Namun bila interkoneksi Wilayah III dan IV terealisasi melalui Kiliran - Lao Lahat (Loan ADB Power XXIV) yang rencananya akan selesai 1998 maka Wilayah IV yang berada pada posisi sangat kritis pembangkitannya akan membaik kondisinya.

Tahun 1998, Sistem Sumatera telah terintegrasi melalui transmisi 275 kV maka tambahan kapasitas PLTP tidak akan banyak mempengaruhi reserve margin (neraca daya) sistem Sumatera.

Potensi SDM Panasbumi

SDM merupakan salah satu unsur manajemen dalam pengelolaan dan pemanfaatan panasbumi. Dari pengalaman-pengalaman merancang, membangun serta mengoperasikan PLTP sejak 1977 SDM nasional sebenarnya sudah cukup memadai dan mampu untuk melaksanakannya sendiri pengelolaan dan pemanfaatan panasbumi berikutnya. Ini merupakan asset nasional yang berharga bagi dunia usaha panasbumi nasional, karena dengan modal SDM inilah kompetisi harga yang akan diproduksi oleh perusahaan panasbumi nasional dapat kompetitif dengan pengelolaan panasbumi swasta lainnya yang ternyata mereka banyak melibatkan tenaga asing dengan upah yang lebih mahal.

Peluang dan Prospek Pengembangan

Potensi sumberdaya panasbumi di Indonesia yang telah dinyatakan prospek dapat dimanfaatkan atau dikembangkan menjadi tenaga listrik tersebar sekitar 70 lokasi di sepanjang jalur volkanik sepanjang pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya. Pada tahun 1995 jumlah potensi sumber daya panasbumi mencapai sebesar 19000 MW.

Dari jumlah tersebut, sampai saat ini baru sekitar 364,5 MW yang sudah dimanfaatkan menjadi tenaga listrik, yaitu di Kamojang sebesar 140 MW, Gunung Salak 165 MW, Sibayak 2 MW dan Lahendong 2,5 MW. Tahun 1998 segera menyusul PLTP Lahendong 20 MW dan PLTP Gunung Salak dari swasta dengan kapasitas 165 MW.

Selain pemanfaatan panasbumi oleh PLN yang pengusahaan uapnya oleh Pertamina atau pihak swasta, pada saat ini pengembangan dan pemanfaatan panasbumi dilakukan secara total project artinya pelaksanaan kegiatan eksplorasi pengembangan sumur uap dan pembangunan PLTP-nya dilakukan sekaligus oleh swasta dalam satu tangan dan sampai saat ini telah ditandatangani ECS dengan PLN sebanyak 11 buah dengan total kapasitas sekitar 1990 MW. Dengan selesainya beberapa unit pembangkit swasta diharapkan pada Repelita VI total kapasitas PLTP akan mencapai 1310 MW.

Melihat jumlah potensi panasbumi secara keseluruhan masih sangat besar dan jumlah yang baru dimanfaatkan masih sedikit, diperkirakan sampai pada akhir Repelita VI baru tercapai sekitar 5%. Dengan demikian masih cukup banyak lahan atau peluang dan kesempatan yang sangat menjanjikan untuk dimanfaatkan di masa-masa mendatang, khususnya bagi rencana berdirinya usaha yang bergerak di bidang perpanasbumian.

Usaha pengusahaan sumberdaya panasbumi diarahkan pada usaha eksplorasi, eksploitasi dalam memproduksi uap panasbumi, kemudian memanfaatkan uap tersebut menjadi energi listrik, termasuk di dalamnya adalah kegiatan engineering dan konstruksi PLTP, operasi dan pemeliharaannya.

Namun demikian pengelompokan kegiatan tetap dibedakan adalah kegiatan hulu yaitu pengusahaan lapangan sumberdaya panasbumi yang mempersiapkan ketersediaan uapnya dan di sisi hilir yaitu mempersiapkan fasilitas peralatan untuk membangkitkan tenaga listrik.

Apabila pada suatu lapangan telah tersedia uapnya seperti lapangan panasbumi Kamojang, investor dapat langsung membangun PLTP-nya saja, namun untuk lapangan panasbumi lainnya yang belum ada sumur uapnya tentu investor harus melakukan total project yaitu mulai dari pencarian uap sampai dengan menghasilkan energi listrik

Berikut ini beberapa lapangan panasbumi yang memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi PLTP.

  • Lapangan Panasbumi Margabayur di Lampung dengan potensi lapangannya sekitar 250 MW dan layak untuk dikembangkan pada tahap awal dengan kapasitas 2x55 MW. Pada lapangan panasbumi ini perlu melaksanakan pemboran sumur-sumur untuk memperoleh uap.
  • Lapangan Panasbumi Lahendong yang memiliki potensi lapangan uapnya sebesar 250 MW dan layak untuk dikembangkan 2x20 MW.
  • Lapangan Panasbumi Ulubelu-Lampung yang mempunyai potensi lapangannya sekitar 550 MW. Pada lapangan ini potensi panasbumi yang sudah dikembnagkan swasta sekitar 110 - 300 MW dan sisanya masih ada sekitar 200 - 250 MW belum dikembangkan.
  • Lapangan Panasbumi Lainnya adalah Kerinci. Lapangan-lapangan tersebut sekarang ini sedang diekplorasi oleh Pertamina.

Strategi Pendanaan

Strategi pendanaan dalam pengembangan PLTP ada 2 tahap yaitu:

  • Tahap pertama (3 tahun pertama) - pendanaanya diarahkan pada kegiatan mulai dari survei eksplorasi sampai pada kegiatan studi reservoir. Diperkirakan memerlukan dana sebesar Rp 83 milyar. Dana ini merupakan modal dasar perusahaan pada tahap pertama pendirian.
  • Tahap ke dua - pengembangan lapangan dengan pengeboran sumur-sumur produksi gathering system dan pembangunan PLTP. Pada tahap kedua ini diperlukan tambahan dana sebesar Rp 1244 milyar dengan porsi equitas Rp 445 milyar dan hutang jangka panjang Rp799 milyar. q
Ir Nanan Tribuana adalah Staf pada Subdirektorat Pengendalian Investasi Tenaga Listrik Swasta, Ditjen Listrik dan Pengembangan Energi - Jakarta.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home