Sunday, March 12, 2006

Geothermal: dari Warta Pertamina

Tulisan lama 2003 yg perlu diarsip !

sumber : Warta Pertamina

Di tahun 1974 Pemerintah melalui sebuah Keppres menitahkan Pertamina melakukan eksplorasi panasbumi di Jawa-Bali. Mulai tahun itu Pertamina aktif merintis pengembangan lapangan Kamojang (beroperasi 1983). Di tahun 1981 Pemerintah memberikan mandat pengusahaan panasbumi untuk seluruh wilayah Indonesia. Sekarang dengan 15 wilayah kerja existing dengan kapasitas terpasang 162 MW, Pertamina tidak lagi memegang monopoli itu. Itu terjadi sejak terbit Keppres No. 45 Tahun 1991, yang berarti terbuka persaingan di bisnis panasbumi. Tapi dengan potensi panasbumi sebesar 20 ribu MWe -- 40% potensi panasbumi dunia -- yang baru dimanfaatkan 4% saja, jelas ini sebuah peluang.

Secara teoritis, potensi dan cadangan panasbumi tidak akan pernah habis selama inti bumi masih panas dan air di bumi masih ada. Yang habis adalah lubang bor, baik karena rusak, tersumbat dan lain-lain, sehingga harus diperbaiki atau mungkin membor lubang baru yang lebih murah.

Dengan potensi yang sangat besar 20 ribu MWe (setara dengan 8 miliar BOE, barrel oil equipment) pengembangan bisnis panasbumi menjadi sebuah ladang subur. Selain dengan pemanfaatan indirect used untuk memperoleh energi listrik, juga bisa pemanfaatan secara direct used seperti penghangat di hotel-hotel. Permintaan energi listrik sendiri meningkat 12% setiap tahun.

Bahkan yang sudah dirasakan sendiri Pertamina adalah perolehan pendapatan dari bisnis panasbumi. Contoh kenaikan kontribusi pendapatan dari Rp 36,3 miliar di tahun 2003. Profit margin dari 52% pada 2000 menjadi 83% pada 2003.

KEBUTUHAN LISTRIK YANG TINGGI
Menurut perkiraan Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di masa datang laju permintaan listrik akan sangat tinggi. Lebih-lebih masih banyak jumlah desa yang belum mendapat aliran tenaga listrik. Saat itu kalangan swasta akan ikut serta dalam pembangunan ketenagalistrikan.

Memang sumber kebutuhan listrik bisa dipenuhi lewat Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Tetapi dengan kebutuhan yang terus meningkat tak pelak energi panasbumi dengan segala keunggulannya akan sangat dibutuhkan.

KELEBIHAN PANASBUMI
Nah, dari beberapa jenis energi alternatif, panasbumi memiliki beberapa kelebihan. Biaya operasi Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) lebih rendah dibandingkan dengan biaya operasi pembangkit listrik yang lain. Secara ekonomis, rendahnya biaya operasi PLTP menjadi alasan pokok pengoperasian PLTP di berbagai negara, sehingga PLTP lebih diandalkan daripada pembangkit listrik yang lain (Encyclopedia Americana, 1996).

Juga dibandingkan dengan tenaga listrik yang energi primernya menggunakan batubara. Tapi murahnya biaya operasional PLTP hampir sama dengan biaya pengoperasian pembangkit tenaga listrik yang energi primernya menggunakan bahan hidroelektrik.

Walaupun untuk pengembangannya sendiri termasuk mahal (high capital investment). Hal ini antara lain karena harus membangun infrastruktur di lokasi sumber panasbumi itu berada, yang kebanyakan berlokasi di tempat terpencil. Panasbumi juga termasuk high risk & high tecknology.

Panasbumi ke depan akan menjadi pilihan, karena kelebihannya yang ramah lingkungan. Tak berlebihan kalau panasbumi dikatakan sebagai energi yang clean, renewable for the benefit of mankind and the environment (Anwari, 1997).

Walaupun begitu, dalam buku Business Profile Pertamina Geothermal Indonesia (Pertamina, 2003) disebutkan juga kelemahan jenis energi ini yang tidak bisa diekspor (unexportable resources).

Dengan kondisi ini, untuk energi primer yang dipakai untuk pembangkit listrik, panasbumi banyak diusulkan menjadi energi primer pengganti BBM. Selain memang panasbumi lebih murah, juga mengingat semakin menipisnya cadangan minyak bumi.

Penjualan energi listrik saat ini lebih banyak bertumpu pada PLN sebagai single buyer. Baru sejak 1983 PLN mulai memakai panasbumi, dengan mengembangkan PLTP yang pertama di Kamojang. Melengkapi PLTA, PLTD, PLTG, dan PLTU. Sejak saa itu sampai sekarang pemanfaatan panasbumi baru sekitar 4%.

Negeri kita masih tertinggal untuk urusan pemanfaatan panasbumi. Filipina adalah negeri tetangga kita yang sudah menggunakan panasbumi secara optimal. Sekitar 25% dari potensi panasbumi yang dimiliki negeri tersebut sudah dimanfaatkan.

Di luar Indonesia, saat ini paling tidak tercatat 20 negara yang ikut serta dalam eksplorasi panasbumi dan aktif mengembangan sumber daya tersebut. Secara berturut-turut sesuai dengan besarnya kapasitas terpasang adalah: AS, Filipina, Meksiko, Italia, Jepang, New Zealand, Iceland, El Salvador, Costa Rica, Nikaragua, Kenya, Guatemala, Cina, Rusia, Turki, Portugal, Ethiopia, Guadelope, Thailand, dan Australia (Pertamina Geothermal Development Resources & utilization, Geothermal Hulu Pertamina, Juni 2003).

Secara persentase, suplai listrik dari panasbumi beberapa negara dibandingkan potensi panasbumi yang dimiliki, tercatat Iceland mencapai 45%, disusul Jibouti 30%, Filipina 25%, Kenya 21%, New Zealand 13%, Costa Rika 10%. Malah Tibet mencapai 90% (Majalah Pertambangan dan Energi, No. 1/Thn XIX/1994).

Kenapa negeri tetangga itu bisa begitu sukses, kita tidak bisa? “Karena Filipina tidak punya banyak minyak bumi, sehingga fokus ke panasbumi. Sedangkan kita masih tertumpu pada minyak dan gas bumi,” kata GM Geothermal Sukusen Soemarinda.

Benar apa yang dikatakan Sukusen. Dari buku Data dan Informasi Minyak dan Gas Bumi 2001 (Ditjen Migas, Departemen ESDM, 2001) terlihat seberapa besar pemakaian energi primer menurut jenisnya sampai tahun 2000. Minyak bumi tentu saja masih tertinggi (58,7%), menyusul gas bumi (25,6%). Berikutnya, batubara (10,4%), tenaga air (3,9%), dan terakhir panasbumi (1,4%).

KEBIJAKAN PEMERINTAH
Gambaran binis energi non minyak bumi -- termasuk panasbumi -- masih diibaratkan rimba perawan yang belum sepenuhnya dijamah. Masih banyak yang harus dibenahi dan disiapkan para pelaku bisnis gas, batubara, panasbumi, tenaga air, energi angin, biomassa, dan lain-lain. Termasuk dukungan Pemerintah.

Harga BBM yang disubsidi diakui semua pihak sebagai sekat penghalang berkembangnya energi non minyak bumi, yang kalah bersaing dari sisi harga. Tetapi ketika BBM dinyatakan tidak akan disubsidi lagi berdasarkan UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000 - 2004, bagaimanapun hal itu suatu kabar menggembirakan bagi pengembangan energi alternatif.

Sejak awal 1990-an, kebijakan Pemerintah di bidang pemanfaatan panasbumi mulai dikaitkan secara tegas dengan program konservasi energi di Indonesia. Dalam rangka menjamin kelestarian serta memanfaatkan sumber daya alam secara efisien. Pemanfaatan energi yang harus dilakukan efisien, rasional, dan bijaksana. Ini diatur Keppres No. 43 Tahun 1991 tentang Konservasi Energi.

Memang dalam Keppres No. 43/1991 sudah disebut-sebut energi non BBM, tetapi faktanya sampai sekarang orientasi pemakaian energi kita masih bertumpu pada BBM, karena BBM yang masih disubsidi masih termasuk energi paling murah.

Pemerintah mengeluarkan Keppres No. 45 Tahun 1991 yang memberikan peluang interaksi bisnis panasbumi sebagai sumber daya untuk energi listrik tidak hanya melibatkan Pertamina dan PLN, tetapi bisa juga BUMN lain, swasta, dan koperasi.

Bahkan ada Keppres No. 37 Tahun 1992 tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik oleh Swasta (termasuk koperasi). Keppres ini dikeluarkan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga listrik yang makin meningkat. Keterlibatan swasta dan koperasi itu dalam pembiayaan pembangunan, kepemilikan, dan pengoperasian pembangkit tenaga listrik, termasuk usaha transmisi dan usaha distribusinya.

Menurut Keppres itu, untuk usaha pembangkitan tenaga listrik oleh swasta diutamakan penggunaan sumber energi primer di luar minyak bumi. Walaupun begitu, apabila di lokasi proyek pembangkitan yang diusulkan tidak tersedia sumber energi primer non minyak bumi, pengusaha tidak mesti menggunakan energi primer di luar minyak bumi. Kekecualian itu termasuk apabila atas dasar keekonomian tidak mungkin digunakan sumber energi primer di luar minyak bumi.

Dukungan Pemerintah dari sisi regulasi memang tidak main-main untuk mengembangkan energi alternatif ini. Tak hanya sejumlah insentif yang langsung berkaitan dengan indsutri panasbumi telah diterbitkan oleh Pemerintah untuk mempercepat pengembangan energi ini. Juga bersama DPR, menerbitkan UU No. 22 Tahun 2003 tentang Panasbumi.

Tetapi mengembangkan energi panasbumi memerlukan dukungan lain, seperti pembangunan infrastruktur.

Soal infrastruktur ini, menurut GM Geothermal Pertamina Sukusen Soemarinda memerlukan keterlibatan Pemerintah, karena biayanya sangat mahal.

Bagaimanapun, pengusahaan sumber daya panasbumi memerlukan permodalan yang besar dengan risiko yang besar, teknologi tinggi, dan keahlian memadai. Lebih-lebih lagi, hasil produksinya hanya dapat dipergunakan untuk keperluan dalam negeri saja.

Walaupun panasbumi menawarkan peluang bisnis, tetapi pengembangan panasbumi memerlukan peran Pemerintah baik dari sisi regulasi, insentif, maupun restrukturisasi. (Tim WePe)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home