Friday, April 21, 2006

Selamat Hari Kartini .... GeoWoman

Selamat Hari Kartini ....

Women Making Their Mark

Robbie Gries
president and owner, Priority Oil & Gas, Denver

Marjorie Chan
professor and department chair, University of Utah, Salt Lake City.

Evelyn Medvin
vice president, Core Laboratories, Houston.

Brenda Beitler Bowen
post doctorate research assistant, Central Michigan University, Mount Pleasant, Mich.; visiting professional Purdue University (assistant professor, fall 2007).

Deborah Sacrey
president, Auburn Energy, Houston.

Jessica Moore Ali-Abeeb
geologist, Petroleum Systems International, Salt Lake City.

Susan Cunningham
senior vice president, exploration and corporate reserves, Noble Energy, Houston

Sherilyn Williams Stroud
Geo Team leader, Midland Valley Exploration

Siapa ya Indonesian GeoScientist ...
ah aku kenapa malah ngga tahu .... tapi bukan berarti ngga ada, hanya saja aku ngga tahu ...
Btw ... selamat hari Kartini untuk IndoGeoWoman ...

Thursday, April 13, 2006

Harrison Schmitt 04:2006 EXPLORER

Harrison Schmitt 04:2006 EXPLORER

Helium-3 could be an abundant source of fuel for future, fusion-power electrical power plants, and Schmitt estimated the cost of a privately funded lunar mining program at $15 billion.
Sumber energi di bulan. Helium-3 yg merupakan bahan bakar utk reaksi fusi.

Panas Bumi Hu'u Nusa Tenggara Barat

Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG)

Panas Bumi Hu'u Cetak



SURVEI PANAS BUMI TERPADU (GEOLOGI, GEOKIMIA DAN GEOFISIKA)

DAERAH HU’U, KABUPATEN DOMPU, PROVINSI NUSATENGGARA BARAT

Oleh:
Herry Sundhoro, Bakrun, Bangbang Sulaeman, Timor Situmorang,
Eddy Sumardi , Imanuel. MF, Dikdik Risdianto, Liliek. R. R.

SUBDIT PANAS BUMI


ABSTRACT

The Hu’u geothermal area is located in the southeastern part of the middle Sumbawa island. Most thermal features occur in an area souronding the NW-SE trending fault. The surface features presumably indicate the potency of geothermal resources beneath the area. These features include hot springs, fumarole and also altered rocks. The Distribution of the surface features occurs at elevations between 90 to 500 m above sea level, and the temperatures are between 37 and 80° C.

Geological, geochemical and geophysical surveys recognized a geothermal prospect area located in the up-flow system of the Hu’u geothermal area. The prospects covers an area of about 10 km2 recognized by mercury and CO2 high distribution. Possible reserve of the geothermal energy of Hu’u area is about 69 MWe.

SARI

Daerah panas bumi Hu’u terletak di sebelah tenggara bagian tengah P. Sumbawa. Manifestasi panas umumnya berada disekitar daerah patahan yang berarah baratlaut-tenggara. Manifestasi permukaan yang mengidentifikasikan akan adanya potensi panas bumi di kedalaman berupa kelompok pemunculan mata air panas, fumarola dan juga daerah alterasi. Mata air panas tersebut berada pada ketinggian diantara 99-500 m dpl dan bersuhu antara 37 hingga 80° C.

Hasil survei geologi, geokimia dan geofisika telah bisa membatasi daerah up-flow dan daerah prospek panas bumi seluas ± 10 km2. Perkiraan daerah prospek ini didasarkan pada hasil anomali mercuri/Hg and CO2 dengan besarnya estimasi cadangan terduga sekitar 69 MWe.


PENDAHULUAN

P. Sumbawa terletak di jalur gunungapi (volcanic belt) orogen Sunda. Sepanjang jalur ini banyak terdapat pemunculan manifestasi panas bumi, yang mengidentifikasikan adanya potensi energi panas bumi di kedalaman. Potensi ini apabila di kelola secara baik dan terencana akan bisa menghasilkan energi listrik berasal dari energi panas bumi.

Beberapa penyelidik terdahulu menyebutkan bahwa di Hu’u-Daha, Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat manifestasi panas bumi berupa mata air panas dan batuan alterasi.

Selain itu wilayah Kabupaten Dompu ini tidak memiliki potensi sumber energi fosil seperti minyak bumi, gas maupun batubara sehingga konsumsi energi untuk penduduk dan daerah harus dipasok dari wilayah lain yang mengakibatkan nilai subsidi menjadi lebih besar. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang dari waktu ke waktu semakin meningkat perlu diupayakan untuk mencari sumber energi alternatif yang berasal dari bumi Kabupaten Dompu sendiri. Salah satunya adalah energi panas bumi.

Berdasarkan data tersebut, maka perlu dilakukan penyelidikan panas bumi terpadu berupa survei geologi, geokimia dan geofisika dengan maksud untuk mengidentifikasi karasteristik geologi berupa urutan dan sebaran batuan, struktur geologi, alterasi dan perangkap panas yang ada di daerah Hu’u serta untuk mengetahui tipe, sistim, parameter, konfigutasi dan struktur bawah permukaan, sehingga akan diketahui luas daerah prospek, daerah dis-charge dan re-charge, model panas bumi, potensi cadangan panas bumi “terduga” dan temperatur fluida bawah permukaan di daerah Hu’u.

LOKASI PENYELIDIKAN

Daerah selidikan berada di wilayah Kecamatan Hu’u-Rasabau, Kabupaten Dompu, Provinsi NTB. Luasnya ± 32 X 27 km2 yang berada pada posisi geografis 124o50’03”-125o08’02” BT dan 08o08’35” -08o23’43” LS (Gambar 1).

METODA PENYELIDIKAN

Penyelidikan panas bumi terpadu di Hu’u, NTB memakai 3 metoda, yaitu: geologi, geokimia dan geofisika. Penyelidikan difokuskan pada tubuh vulkanik Puma dan Wawosigi yang berumur Miosen dan mempunyai manifestasi panas di Desa Hu’u dan Daha. Sebelum pelaksanaan survei dilakukan persiapan yang meliputi telaahan Citra (image) Landsat yang datanya diadobsi dari (www.landsat.org, 2001).

Penyelidikan geologi lapangan menggunakan lintasan peta secara random. Pengamatan data memakai alat GPS/Global Positioning System. Data dan sampel batuan yang selektif diolah dan dianalisis untuk mendapat hasil simpulan, sedangkan umur batuan diambil dari referensi.

Pengamatan geokimia dan geofisika difokuskan di daerah menifestasi dengan grid lintasan berjarak 1000 X 250 m. Panjang lintasan A, B, C, D dan E 7000 m, E, F-6500 m dan G-5500 m yang memotong struktur geologi dan disesuaikan kondisi topografi.

Dalam penyelidikan geokimia diambil sampel air panas, Hg tanah dan CO2 udara tanah untuk analisis laboratorium. Analisis air panas menghasilkan konsentrasi kation dan anion unsur major, isotop 18O dan deuterium. Selanjutnya ditetapkan tipe dan berpengaruh lingkungan dengan cara pengeplotan kedalam diagram segitiga Cl-SO4-HCO2, Cl/100-Li-B/4 dan Na/1000-K/100-ÖMg, sedangkan penghitungan Geotermometer air panas menggunakan unsur SiO2, Na/K, Na-K-Ca atau K-Mg.

Sampel tanah dan udara tanah pada kedalaman 1 m di 102 titik lintasan dianalisis kandungan Hg dan CO2. dan dibuat sebaran kontur anomali untuk indikasi daerah up-flow.

Dalam penyelidikan geofisika dipakai 4 cara, yaitu geo-magnet, gaya berat, geo-listrik dan Head-On. Pengukuran geo-magnit dilakukan di 224 titik amat dari 188 titik ukur di lintasan dan 36 titik amat regional dengan jarak 500 m. Pendataan intensitas magnit dilakukan dengan memakai 4 set alat magnetometer tipe G-856, G-836 dan G-826 dengan ketelitian dari 0.1, 1.0 dan 10 gamma dan harga IGRF 45.210 gamma serta variasi harian dengan harga fluktuasi antara 45.125 - 45.212 gamma.

Penyelidikan gaya berat dilakukan untuk identifikasi struktur bawah permukaan. Penentuan densitas batuan dilakukan langsung di laboratorium dari sampel yang diambil, sehingga sesuai fakta sebenarnya di lapangan. Harga rata-rata menunjukkan 2.42 gr/cm3.

Pada penyelidikan geo-listrik dipakai metoda Schlumberger bentangan simetris 2 arah. Pengukuran tahanan jenis semu dilakukan memakai bentangan AB/2=250, 500, 750 dan 1000 m dan dibuat peta anomalinya. Namun bentangan yang representatif untuk kedalaman diambil AB/2= 1000 m. Sedangkan penampang tahanan jenis semu dibuat di setiap lintasan dan pengukuran penampang tahanan jenis sebenarnya dilakukan di 5 titik sounding: C-3000, D-3000 dan 4000, E-4000 serta F-4000.

Pengukuran Head-On dilakukan di 2 lintasan X dan Y dengan interval titik ukur 100 m. Keduanya dibuat tegak lurus struktur dengan jarak elektroda C= 4000 m. Interpretasi struktur head-on dibuat berdasarkan ploting perpotongan kurva tahanan jenis semu dengan sumbu kedalaman sama dengan AB/4 di penampang lintasan X dan Y untuk mendapat arah dan kemiringan sesar.

GEOLOGI

Geologi regional, P. Sumbawa merupakan bagian busur gunungapi Banda. Akibat gejala tektonik banyak terbentuk struktur-struktur lipatan, sesar dan kelurusan vulkanik yang mempunyai arah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara (Bemmelen, 1949). Di utara pulau ini ada G. Tambora yang meletus tahun 1815 (Herdervani 1963).

Perusahaan Listrik Negara/PLN yang pernah melakukan pemetaan geologi di Hu’u dan sekitarnya dalam rangka survei panas bumi pada tahun 1984 menguraikan bahwa: batuan gunungapi yang ada di sini berumur Miosen Bawah dan pada bagian atasnya diendapkan aluvium dan endapan pantai yang berumur Resen.

Geologi daerah penyelidikan

Geomorfologi, berdasarkan kepada bentuk bentang alam, pola aliran sungai, tingkat erosi dan jenis batuannya di daerah Hu’u dapat dikelompokkan menjadi 4 satuan morfologi, yaitu satuan morfologi dataran pantai (SDP), satuan morfologi dataran rendah (SDR), satuan morfologi vulkanik Puma (SVP) dan satuan morfologi vulkanik Wawosigi (SVW) .

Stratigrafi, hasil pemetaan yang didukung interpretasi Citra Landsat dan analisis petrografi contoh batuan yang representatif menunjukkan bahwa di daerah Hu’u dapat dipisahkan menjadi 12 satuan. Urutan dari tua ke muda adalah: satuan lava G. Wawosigi 1/Tmlw 1, Satuan lava G. Wawosigi 2/Tmlw 2, Satuan breksi G. Wawosigi/Tmbw, Satuan aliran piroklastik G. Wawosigi/Tmaw, Satuan lava G. Puma 1/Tmlp 1, Satuan jatuhan piroklastik G. Puma/Tmjp, Satuan lava G. Puma 2 /Tmlp 2, Satuan aliran piroklastik G. Puma/Tmap, Satuan lava G. Puma 3/Tmlp 3, Satuan gamping terumbu/ koral (Qgt), satuan sedimen pantai (Qsp) dan Aluvium (Qa) (Gambar. 2). Hasil pentarikhan jejak belah (fision track dating) dari sampel lava G. Puma menunjukkan batuan itu berumur Miosen Atas (5.8 ± 0.2 Ma).

Struktur geologi, di Hu’u dicerminkan oleh bentuk-bentuk: depresi, kelurusan, paset segi tiga, dinding patahan (gawir sesar), kekar, offset batuan, kelurusan sungai, bukit dan tofografi, zona hancuran batuan/ breksiasi (fracture), manifestasi panas bumi berupa batuan alterasi argilik dan kelompok-kelompok mata air panas. Berdasarkan data itu maka ada 3 perioda pembentukan sesar, yaitu:

- Periode I, sesar-sesar berarah barat-timur, barat baratlaut-timur tenggara dan timurlaut-baratdaya yang merupakan sesar normal tertua. Sesar berarah barat-timur dinamakan sesar Lakei, yang berarah barat baratlaut-timur tenggara dinamakan sesar Hu’u lama dan yang berarah timurlaut-baratdaya dinamakan sesar Daha.

- Periode II, sesar-sesar berarah baratlaut-tenggara, yaitu sesar Madawa serta pasangan sesar Hu’u di utara dan sesar Ncangga di selatan.

- Periode III, sesar-sesar yang berarah utara-selatan (Lamea dan Tolokuta). Kedua sesar ini merupakan sesar normal paling muda. Sesar Lamea ada di teluk Lamea, sedangkan di teluk Tolokuta terdapat sesar Tolokuta dengan blok timur relatif turun (Gambar 2).

Geohidrologi, Daerah re-charge di Hu’u berada pada Satuan Morfologi Vulkanik Wawosigi/SVW dan Satuan Morfologi Vulkanik Puma/SVP yang mencakup ± 65 % seluruh luas daerah. Satuan ini mempunyai puncak-puncak kerucut dengan ketinggian antara 1300-1700 m dpl. Air hujan yang turun sebagian akan meresap ke daerah berelevasi rendah untuk selanjutnya muncul di lembah-lembah berupa mata air. Sedangkan air hujan yang teralirkan di permukaan bumi, akan mengalir sebagai aliran sungai dan menuju laut sebagai run off water.

Daerah dis-charge ada pada satuan Morfologi Dataran Pantai/SDP dan satuan Morfologi Dataran Rendah/SDR yang mencakup ± 35 % dari seluruh daerah penyelidikan. Air hujan/ meteoric water sebagian akan meresap kebawah melalui rekahan (fracture), porositas batuan dan gaya gravitasi untuk menjadi air tanah yang terperangkap jauh di bawah permukaan. Daerah ini menjadi kantong air (catchment area) dan tempat berakumulasinya air tanah, sedangkan sebagian air hujan yang mengalir di permukaan selanjutnya mengalir sebagai aliran sungai menuju ke arah laut.

GEOKIMIA

Mata airpanas dan batuan alterasi, mata air panas di Hu’u ada 9 lokasi, yaitu di Lacoha/APTC, Sori Rewa/APAER atau Ama Eno Rewa, Lapui/APLP (Desa Daha) dan Huu-1/APSH-1 atau S. Huu, Huu-2/APSH-2 atau Sori Owa, Lekai/APLK, Limea/APTL, Ncangga-1/APSC-1 dan Ncangga-2/APSC-2 (Desa Daha). Selain mata air panas di atas di Limea, cangga dan Pure juga ada batuan alterasi hydrothermal bertipe argilik sebagai gejala manifestasi panas bumi permukaan.

Karakteristik, tipe dan lingkungan airpanas, Dari contoh air panas hasil analisis laboratorium dapat ditentukan klasifikasi air berdasarkan kandungan konsentrasi unsur. Klasifikasi ini sangat tergantung pada kondisi air panas itu, pemunculannya, kontaminasi dan pengenceran oleh air di sekitarnya /air permukaan. Hasilnya dalam gambar 3 dan 4.

Kandungan unsur kimia air panas yang di plotkan pada diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 menunjukkan bahwa sebagian besar air panas berada dalam tipe bikarbonat (Lacoha, Sori Rewa, Lapui, Lakai, Huu-1, 2 dan Cangga 1), sedangkan air panas Cangga 2 masuk kedalam tipe sulfat dan mata air panas Limea ada dalam tipe klorida (Gambar 3 A). Hasil ploting diagram segitiga Na/1000-K/100-ÖMg menunjukkan bahwa semua mata air panas di atas masuk di daerah immature water (Gambar 3 B). Sedangkan diagram segitiga Cl-Li-B menunjukkan bahwa semua mata air panas berada di lingkungan yang terpengaruh unsur sedimen khususnya air panas Cangga 2 dan juga telah ter pengaruh air laut untuk mata air panas Limea. (Gambar 4).

Klas tipe air panas bikarbonat menunjukkan bahwa konsentrasi HCO3 jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi klorida dan sulfat. Ini akibat dari terlarutnya gas CO2 dari fluida bertemperatur relatif tinggi dari bawah yang terencerkan oleh air permukaan atau kemungkinan juga dari contoh air panas ini yang memang telah terkontaminasi dan didominasi oleh air meteorik/air permukaan. Sedangkan tipe air panas sulfat menunjukkan bahwa air panas ini dominan mengandung konsentrasi SO2 artinya berkemungkinan besar berasal langsung dari bawah pemukaan atau dari suatu reservoar air panas yang banyak mengandung gas-gas vulkanik (up-flow system). Namun mata air panas Limea yang termasuk tipe air panas klorida dengan jelas menunjukkan bahwa secara fisik di lapangan memang berada di pinggir teluk Limea dan telah terkontaminasi air laut. Sehingga tingginya Cl disini bukan dari suatu reservoar panas bumi melainkan dari pengaruh air laut. Daerah immature water menggambarkan adanya pengaruh air permukaan/ air meteorik yang dominan. Walaupun awalnya air panas itu berasal dari wadah fluida panas di kedalaman. Hal tersebut di dukung juga oleh grafik isotop δD (Deuterium) terhadap δ 18O yang menunjukkan bahwa mata air panas Huu, Daha dan Limea cenderung mendekati garis MWL/meteoric water line (Gambar 5). Grafik tadi menjelaskan bahwa mata air panas diatas sudah terkontaminasi oleh air permukaan.

Pendugaan temperatur bawah permukaan, Estimasi pendugaan suhu bawah permukaan/ Geothermometer air panas dihitung dari kandungan unsur kimia contoh air panas Lacoha, Sori Rewa, Lapui, Lakai, Huu-1, 2, Cangga 1, 2 dan Limea. Untuk air panas di diatas yang dominan bertipe bikarbonat juga ada yang bertipe sulfat dan klorida, maka penentukan pendugaan temperatur bawah permukaan yang memenuhi persyaratan dipakai rumus SiO2 conductive cooling dari sampel airpanas Cangga 2. Dari perhitungan geotermometer tersebut diperolah besaran temperatur empiris 180° C. Suhu reservoar sebesar 180° C itu merupakan suhu reservoar berentalpi menengah (medium enthalphy).

Sebaran konsentrasi Hg tanah dan CO2 udara tanah, Hasil analisis contoh tanah dan udara tanah diperoleh kandungan konsentrasi Hg tanah yang bervariasi antara 20-1425 pp dan CO2 udara tanah antara 0.03-1.95 %. Keduanya memiliki nilai ambang batas/ background value sebesar 720 ppb dan 0.60 % (v/v). Data itu selanjutnya di plotkan kedalam peta untuk mendapatkan kontur sebaran Hg tanah dan CO2 udara tanah di kedalaman 1 m (Gambar 6). Hasilnya menunjukkan bahwa anomali Hg dan C02 terfokus di Doro Nangasia, Ncangga dan Doro Wowosigi-Nangadoro dengan arah utara-selatan. Daerah ini merupakan zona-zona lemah tempat munculnya mata air panas Huu 1, 2 dan Cangga 1, 2 akibat sesar Huu, Cangga dan Nangadoro.

GEOFISIKA

Geo-magnet, peta anomali magnit total memperlihatkan beberapa kelurusan baratlaut-tenggara dan baratdaya-timurlaut yang ditafsirkan sebagai struktur.

Anomali magnit tinggi antara 0-670 gamma menunjukkan kutub-kutub magnit yang melingkar di utara, tengah, timurlaut, baratdaya dan selatan dan ditafsirkan sebagai batuan bersifat magnetik sedang-tinggi, batuannya adalah andesit dan lava yang muncul kepermukaan .

Anomali magnit rendah antara 0-886 gamma menyebar di utara, selatan, timurlaut, tengah dan baratdaya, ditafsirkan sebagai batuan bersifat non magnetik berupa batuan ubahan akibat fluida panas bumi.

Anomali magnit sedang antara 0-100 dan 0 sampai -100 gamma tersebar di seluruh daerah ditafsirkan merupakan batuan non magnetik yaitu breksi, tufa (batuan piroklastik).

Anomali Gaya Berat, hasil yang representatif yang ditampilkan disini adalah peta anomali sisa/residual. Peta tersebut merupakan ekstraksi anomali bouguer dengan anomali regional dan merupakan anomali gaya berat lokal. Peta anomali sisa merupakan respon dari batuan bawah permukaan yang relatif dangkal. Berdasarkan kontrasnya dapat ditarik kelurusan kontur yang secara kualitatif diinterpretasikan sebagai patahan di kedalaman. Terdapat lima patahan berarah tenggara-baratlaut dan 2 berarah baratdaya-timurlaut. Peta anomali sisa menunjukkan pola lineasi kontur cenderung berarah tenggara-baratlaut. Dengan harga anomali dikelompokkan menjadi 4, yaitu anomali rendah <-5 mgal yang menyebar ke timurlaut dan tenggara, anomali sedang dengan harga -5 s/d 0 mgal dan 0 s/d 5 mgal berada di timur dan anomali tinggi >5 mgal menempati bagian tengah dan utara (Gambar 7).

Geolistrik dan Head-On

Hasil penyelidikan geolistrik tahanan jenis, Hasil anomali tahanan jenis semu bentangan AB/2= 1000 m mempunyai pola hampir sama dengan pola tahanan jenis semu bentangan lebih pendek. Anomali sedang sedikit berada di lintasan B dan D, selanjutnya diikuti oleh anomali sedang-rendah cukup luas di bagian tengah dan timur dengan luas ± 10 Km2 pada setiap lintasan dengan arah penyebaran utara selatan. Anomali sedang-rendah seluas ± 10 Km2 ini diperkirakan sebagai daerah prospek panas bumi. Di bagian barat terdapat anomali rendah yang kemungkinannya merupakan repleksi dari air laut (Gambar 8).

Penampang tegak tahanan jenis sebenarnya, Dari data per titik sounding dibuat model penampang tahanan jenis 2-D. Penampang AB dibuat memotong setiap lintasan dengan arah baratdaya-timurlaut sehingga diperoleh penampang yang melalui 4 titik sounding di titik amat C3000, D4000, E4000, F4000. Hasil penampang AB menunjukkan terdapat 4 grup lapisan, yaitu: Lapisan I/lapisan permukaan, dengan nilai tahanan jenis antara 22-120 Wm, berketebalan 36-45 m dan terdapat di kedalaman 52-60 m, batuannya adalah lava dan breksi.

Lapisan II, dengan tahanan jenis 8-17 Wm, ber ketebalan 42-170 m dan berada pada kedalaman 160-250 m, batuannya diduga breksi/lava yang sudah lapuk.

Lapisan III, dengan nilai tahanan jenis 2-3 Wm, berketebalan 220-553 m, ada di kedalaman 425-715 m, diduga batuannya adalah batuan alterasi.

Lapisan paling bawah mempunyai nilai tahanan jenis 11-15 Wm dan berada di kedalaman lebih dari 715 m, batuannya adalah lava/breksi lapuk (Gambar 9).

Kurva dan interpretasi struktur head-on Lintasan-X, kurva tahanan jenis semu dibuat berdasarkan ploting perpotongan antara kurva hasil pengukuran dengan sumbu di kedalaman sama dengan AB/4. Pada penampang lintasan X, tampak 3 buah sesar. Sesar I terdapat pada titik amat X-600 di kedalaman yang berhubungan dengan bentangan AB/2= 200 m hingga AB/2= 400 m, dengan kemiringan hampir tegak. Sesar II ada pada titik amat X-1000, muncul pada semua bentangan mulai permukaan pada bentangan AB/2=200 m sampai bentangan yang paling besar/AB/2= 800 m, kemiringan struktur ke arah timur dan makin kedalam kemiringan makin tegak. Struktur III berada pada titik amat X-1850 dengan ke miringan hampir tegak ke arah barat sampai bentangan AB/2=400 m, kemudian menerus miring ke arah barat dengan sudut kemiringan lebih besar sampai pada titik amat X-1500. Dari struktur II dan III yang menerus sampai kedalaman, maka diperkirakan zona itu adalah zona depresi di sepanjang S. Hu’u dan merupakan akses manifestasi panas bumi kepermukaan.

DISKUSI

Di daerah Hu’u, NTB akumulasi panas di bawah permukaan terindikasikan oleh adanya batuan ubahan argilit dan pemunculan beberapa mata air panas. Indikasi tadi menunjukkan bahwa fluida di bawah permukaan bersifat normal-asam, sehingga sistim lempung penudung/ clay cap hadir di sini. Lempung penudung letaknya berada di atas daerah reservoar, khususnya di sekitar manifestasi Pure, Limea dan Ncangga. Sedangkan Fluida panas di zona reservoar Hu’u diduga bersistim 2 (dua) fase, yaitu fase uap dan fase air panas dengan pH netral-asam.

Peta mapping geolistrik menunjukkan adanya anomali sedang-rendah di daerah tengah dan timur seluas ± 10 Km2. Sedangkan hasil sounding menunjukkan adanya daerah bernilai tahanan jenis 11-15 Wm pada kedalaman lebih dari 715 m, sehingga diduga terdapat reservoar pada kedalaman > 900 m (?).

Dari analisis geomagnet dan gaya berat terindikasi adanya struktur berupa sisa tubuh panas/pocket magma (?) di bawah permukaan dan diprediksikan sebagai sumber panas yang memanasi air tanah dalam di reservoar dan mendorong fluida panas keatas melalui zona sesar/rekahan yang menyebabkan terbentuknya batuan ubahan.

Model tentatif panas bumi daerah Hu’u, NTB menunjukkan, bahwa (Gambar 10):

Sumber panas/heat source diduga berupa bodi (tubuh) magma di bawah vulkanik Wawosigi dan Puma.

Zone reservoar berada di daerah akumulasi air tanah dalam dan berbentuk sistem air panas yang terperangkap di rekahan/ retakan batuan. Zona ini diperkirakan ada di kedalaman -900 hingga -1600 m di bawah manifestasi. Air tanah yang terpanasi di kedalaman itu selanjutnya akan naik kepermukaan melalui akses dalam zona patahan atau rekahan batuan dan muncul sebagai mata air panas.

Batuan penudung merupakan batuan lava hasil erupsi G. Wawosigi dan G. Puma berupa clay cap pada kontak sentuh dengan lapisan air panas di sekitar manifestasi air panas dan batuan alterasi. Di daerah manifestasi ketebalan lempung penutup ini lebih tebal bila dibandingkan dengan daerah yang semakin menjauh dari manifestasi permukaan.

Batuan konduktif adalah batuan-batuan Tersier Tua/ Miosen Bawah yang mengalami silisifikasi, dimana rambatan panas terkonduksi melalui batuan ini, sedangkan konveksi panas teralirkan melalui fluida di sepanjang zona permeabilitas/fraktur dan patahan.

Daerah prospek panas bumi terdapat pada zona depresi S. Hu’u yang menempati bagian tengah dan di timur. Kontur anomali nilai tahanan jenis sedang-rendah 15-5 Wm ini membuka ke arah timur dengan luas ± 10 Km2 dan mempunyai kedalaman > 900 m. Perkiraan/estimasi potensi cadangan terduga berdasar formula Standarisasi Potensi Panas Bumi Indonesia (DGSM, 1999), adalah:

Q = 0,11585 x A x ( TRes – T cut off) o C

di mana:

Q: Potensi energi panas bumi terduga (Mwe).

0,1158: nilai konstanta

A: Luas daerah potensi (km2).

berdasarkan peta tahanan jenis semu AB/2=1000 m.

TRes: Suhu bawah permukaan (o C).

yaitu 180o C berdasarkan perhitungan geotermometer air panas SiO2 conductive cooling” .

Tcut off : Suhu cut off dalam oC, yaitu 120o C untuk reservoar berentalpi sedang (intermediate entalphy).

Asumsi ketebalan reservoar ± 1 Km.

Sehingga potensi cadangan terduga di daerah Hu’u adalah:

Q = 0.11585 x 10 x (180-120) Mwe

= 69 Mwe (60-70 Mwe).

KESIMPULAN

Di daerah Hu’u akumulasi fluida panas di kedalaman terindikasikan oleh adanya batuan ubahan dan mata air panas Lacoha, Sori rewa, Lapui, Hu’u, Lekai dan Ncangga yang bertemperatur antara 32.0 - 46.1°C dengan pH netral (6.5-7,3) dan mata air panas Limea bertemperatur 80oC dengan pH asam (2.1- 2.7).

Indikasi itu menunjukkan bahwa sifat fluida di bawah relatif netral-asam dengan entalphy sedang. Diperkirakan terdapat lempung penudung (clay cap) yang letaknya di atas reservoar di bawah manifestasi Pure, Limea dan Cangga. Sedangkan fluida panas yang terdapat dalam zona reservoar di daerah Hu’u diduga bersistim 2 fase, yaitu fase uap dan fase air pana. Namun fluida berfase air panas di sini jumlahnya relatif dominan apabila dibandingkan dengan fluida berfase uap.

REKOMENDASI

Adanya potensi energi panas bumi di daerah Hu’u, Nusa Tenggara Barat dengan cadangan terduga sebesar 60-70 Mwe dan mata air panas Cangga 2 yang bertipe sulfat yang mencerminkan sistim panas bumi up - flow perlu ditindak lanjuti dengan pemboran landaian suhu sedalam 250 m atau bor eksplortasi sedalam 1000-1500 m untuk membuktikan adanya potensi uap dan panas di kedalaman tersebut.

Namun disarankan potensi di zona up flow Cangga sebelum dilakukan pemboran landaian suhu atau pemboran eksplorasi perlu dilakukan survei megneto teluric (MT) untuk mengetahui daerah anomali dan patahan-patahan di penetrasi yang lebih dalam. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi pada masyarakat setempat dan perlu diinventarisasi wilayah tata guna lahan di daerah vulkanik Wawosigi dan Puma sehingga tidak terjadi hal yang beresiko di dalam pelaksanaan pemboran.

PUSTAKA

Bemmelen, van R.W., 1949; The Geology of Indonesia. Vol. I A.732 p. Government Printing Office. The Hague. Netherlands.

Breiner.S. 1973, Application Manual for Portable Magnetometers.

Fournier, R.O., 1981. Application of Water Geochemistry Geothermal Exploration and Reservoir Engineering,“Geothermal System: Principles and Case Histories”. John Willey & Sons. New York.

Giggenbach, W.F., 1988. Geothermal Solute Equilibria Deviation of Na-K-Mg – Ca Geo- Indicators. Geochemica Acta 52. pp. 2749 – 2765.

Mahon K., Ellis, A.J., 1977. Chemistry and Geothermal System. Academic Press Inc. Orlando.

Telford and Sheriff, 1990, Applied Geophysics, Cambridge University.

Gambar 1. Lokasi penyelidikan

Gambar 2. Peta geologi daerah Hu’u, Kabupaten Dompu, NTB

Gambar 3. Pengelompokan tipe air panas dan Kandungan relative Na, K dan Mg

Gambar 4. Diagram Cl, Li dan B

Gambar 5. Grafik isotop 18O vs Deuterium

Gambar 6. Peta Kontur Sebaran Hg Tanah

Gambar 7. Peta Kontur Sebaran CO2 Udara Tanah, Peta Anomali Sisa Gaya Berat dan Struktur Patahan, Peta Anomali Tahanan Jenis Semu A/B = 1000 m, Penampang Tahanan Jenis Sebenarnya C-3000, D-4000,E-4000 dan F-4000

Gambar 8. Model 3-D Tentatif Panas Bumi Daerah Huu, Kab. Dompu - NTB

Wednesday, April 12, 2006

PENGEMBANGAN PANASBUMI INDONESIA

Jumat, 02 April 2004 - 14:11 WIB
SIARAN PERS NOMOR : 07/02/04/2004
PENGEMBANGAN PANASBUMI INDONESIA
Indonesia memiliki sumber daya panasbumi terbesar di dunia. Hingga saat ini telah diketahui 251 lokasi panasbumi dengan total potensi sebesar 27.000 MW. Energi panasbumi memiliki keunggulan yaitu bersih dan sustainable. Akan tetapi, tidak seperti kebanyakan sumber energi lainnya, sumber energi panasbumi tidak dapat ditransportasikan, sehingga harus dikembangkan ditempat dekat sumber panasbumi, yang pada umumnya berada di daearah perbukitan dan terpencil. Pertumbuhan pemanfaatan energi panasbumi belum menggembirakan, antara lain disebabkan kalah bersaing terutama dengan bahan bakar minyak karena adanya subsidi BBM. Disamping itu adanya risiko di sisi hulu pada saat eksplorasi yang harus dipikul pengembang.
Perhatian Pemerintah untuk mengembangkan panasbumi begitu besar terutama sejak 1974 dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan. Pemerintah menugaskan Pertamina dengan memberikan kuasa pengusahaan, baik dengan dilakukan sendiri atau kerjasama dengan pihak lain melalui Kontrak Operasi Bersama untuk mengembangkan panasbumi dan menjualnya kepada PLN. Kontrak Penjualan Energi yang pernah dilakukan melalui penugasan ini berjumlah sebesar 3600 MW. Namun hingga saat ini baru 807 MW listrik yang sudah dapat dihasilkan. Sejak tahun 2000 monopoli Pertamina dalam pengembangan panasbumi dicabut.

Undang-undang No. 27 tahun 2004 tentang Panasbumi memberikan kepastian hukum pengembangan panasbumi di Indonesia yang lebih transparan dalam pengusahaannya. Pemerintah diberi tugas untuk menanggung risiko di sisi hulu sebelum ditawarkan kepada pengembang melalui lelang. Setidaknya upaya ini dapat memberikan kepastian cadangan uap panasbumi yang dapat dikembangkan. Tugas pengawasan dan pembinaan dilakukan oleh Pemerintah, yang dahulunya dijalankan oleh Pertamina. Undang-undang ini juga memberikan penegasan bahwa kontrak-kontrak dan wilayah kerja yang pernah dikeluarkan tetap dihormati sampai habis masa berlakunya. Demikian pula bagi hasil Pusat-Daerah (20:80) dari hasil produksi uap panasbumi ditetapkan dalam undang-undang. Dua peraturan pemerintah tengah disusun sebagai turunan dari undang-undang ini yaitu tentang pengusahaan dan tentang pemanfaatan langsung panasbumi.

Kedepan, sesuai dengan Kebijakan Energi dan didukung oleh UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan yang memberikan prioritas pada energi terbarukan untuk pembangkitan tenaga listrik, diharapkan pada 2020 diperkirakan sebesar 6000 MW listrik dapat dihasilkan dari panasbumi. Strategi yang ditempuh untuk meraih target ini yaitu mengoptimalkan penggunaan panasbumi pada wilayah kerja panasbumi yang pernah dikeluarkan. Setidaknya terdapat potensi sebesar 5500 MW yang ada di seluruh wilayah kerja tersebut. Diantaranya sebesar 3600 MW yang telah terikat kontrak operasi bersama dan kontrak penjualan energi perlu mendapat prioritas utama untuk diselesaikan. Pengembangan panasbumi dapat juga dilakukan dari wilayah kerja baru terutama pada lokasi-lokasi yang pernah disurvai oleh Pertamina dan Pemerintah. Setidaknya ada 13 lokasi panasbumi yang pernah diselidiki dan ini berpotensi untuk dipromosikan untuk dikembangkan. Demikian pula pengembangan lapangan panasbumi untuk listrik sekala kecil/pedesaan akan terus dilakukan Pemerintah terutama untuk daerah-daerah yang tidak memiliki sumber energi selain panasbumi.

Dalam rangka optimalisasi sumber daya panasbumi, pemanfaatan panasbumi untuk penggunaan langsung dapat dikembangkan bersamaan dengan pengembangan panasbumi untuk listrik atau terpisah terutama pada lapangan-lapangan panasbumi bersuhu rendah.

Dalam jangka panjang perhatian harus dilakukan untuk memperdalam data dan informasi panasbumi dan juga mengidentifikasi lokasi-lokasi baru sumber panasbumi baik untuk kepentingan penggunaan listrik maupun manfaat langsung. Atas dasar ini akan semakin banyak daerah-daerah yang dapat dipromosikan untuk dikembangkan. Demikian pula kelembagaan panasbumi baik yang berhubungan dengan pengaturan, pengawasan, survai dan penelitian baik di Pusat maupun Daerah perlu dievaluasi mengingat target dan ruang lingkup tugas yang cukup besar dalam pengembangan panas bumi.

Sunday, April 09, 2006

Krisis Energi Bikin Investor Ketar-ketir - Sabtu, 25 Maret 2006

Krisis Energi Bikin Investor Ketar-ketir - Sabtu, 25 Maret 2006

Melirik Teknologi Termoelektrik sebagai Sumber Energi Alternatif - Sabtu, 07 Agustus 2004

Melirik Teknologi Termoelektrik sebagai Sumber Energi Alternatif - Sabtu, 07 Agustus 2004

Thermoelektrik ini tentunya bisa diapaki di panas bumi maupun energi panas lainnya.
Great !

Melirik Teknologi Termoelektrik sebagai Sumber Energi Alternatif
Edi Sukur (Tonen General Sekiyu KK)
Pada tahun 2020 mendatang diperkirakan kebutuhan energi akan bertambah sekitar 40 persen dari kebutuhan saat ini. Teknologi termoelektrik merupakan sumber alternatif utama dalam menjawab kebutuhan energi tersebut. Di samping relatif lebih ramah lingkungan, teknologi ini sangat efisien, tahan lama, dan juga mampu menghasilkan energi dalam skala besar maupun kecil.
Teknologi termoelektrik bekerja dengan mengonversi energi panas menjadi listrik secara langsung (generator termoelektrik), atau sebaliknya, dari listrik menghasilkan dingin (pendingin termoelektrik). Untuk menghasilkan listrik, material termoelektrik cukup diletakkan sedemikian rupa dalam rangkaian yang menghubungkan sumber panas dan dingin. Dari rangkaian itu akan dihasilkan sejumlah listrik sesuai dengan jenis bahan yang dipakai.
Kerja pendingin termoelektrik pun tidak jauh berbeda. Jika material termoelektrik dialiri listrik, panas yang ada di sekitarnya akan terserap. Dengan demikian, untuk mendinginkan udara, tidak diperlukan kompresor pendingin seperti halnya di mesin-mesin pendingin konvensional.
Voyager I dan II adalah contoh pesawat ruang angkasa yang memanfaatkan teknologi termoelektrik. Voyager yang diterbangkan NASA tahun 1977 ini dirancang khusus untuk terbang menjauhi Tata Surya sehingga solar cell tidak dapat dipergunakan.
Dalam menempuh perjalanan yang tak terbatas itu diperlukan pula energi yang besar dan stabil untuk mengirimkan data ke Bumi. Untuk itulah Voyager menggunakan teknologi termoelektrik dengan plutonium-238 sebagai sumber panasnya (Radioisotop Thermoelectric Generators-RTGs). Sistem ini mampu membangkitkan listrik sebesar 400 W, serta secara kontinu dan tanpa perawatan apa pun, Voyager tetap dapat mengirimkan data walau sudah terbang selama 30 tahun.
Keberhasilan ini memberikan peluang yang luas dalam aplikasi lainnya. Salah satunya adalah yang dikerjakan Nissan, dengan memanfaatkan panas dari mesin mobil.
Seperti kita ketahui, dari 100 persen bahan bakar yang dipakai, hanya sekitar 30 persen yang dipergunakan untuk menggerakkan mobil. Sebagian besar energi terbuang dalam bentuk panas di radiator dan gas buangan. Di antara kedua panas tersebut, gas buangan memiliki perbedaan panas lebih tinggi, yakni sekitar 300-700 derajat Celsius sehingga lebih baik untuk dikonversikan menjadi energi penggerak mobil. Dengan memanfaatkan gas buangan ini, mobil-mobil produksi Nissan mampu menghemat bahan bakar sebesar 10 persen.
Contoh menarik lainnya adalah yang dilakukan oleh Seiko Co Ltd. Seiko memasarkan jam termoelektrik sejak tahun 1998 dengan nama Seiko Thermic.
Jam tangan ini memanfaatkan perbedaan suhu tubuh dan suhu sekitarnya. Bahan yang digunakan, bismut-tellurium, mampu menghasilkan listrik sebesar 0,2 mV/ oC. Jika 1.000 buah material tersebut dipasang seri, tentu akan menghasilkan tegangan listrik 0,2 V dalam setiap perbedaan 1 oC. Untuk itu, Seiko membuat unit pembangkit listrik, terdiri atas 10 buah modul termoelektrik yang masing-masing berisi 100 kawat mikro. Dari setiap unit inilah dihasilkan energi listrik sebesar 0,15 V untuk mengisi baterai litium pada jam tersebut.
Aplikasi dalam pendingin termoelektrik lebih luas lagi. Pendingin wine di hotel Jepang sudah banyak yang mempergunakan teknologi ini. Pendingin termoelektrik dapat diletakkan dengan leluasa di bawah tempat tidur karena tidak menimbulkan suara dan getaran.
Mitsubishi saat ini juga sudah memproduksi kulkas termoelektrik yang mampu menghemat energi 20 persen dibandingkan dengan kulkas biasa. Dalam dunia komputer, termoelektrik dipergunakan untuk mendinginkan CPU komputer.
Toshiba mengembangkan sebuah alat yang dapat mendinginkan sumber panas itu sendiri. Panas yang dihasilkan dari sumber panas dalam komputer digunakan untuk membangkitkan listrik, kemudian listrik itu dipergunakan untuk memutar kipas yang diarahkan ke sumber panas. Perangkat ini mampu menurunkan panas sekitar 32 oC.
Jika alat ini ditambahkan dengan alat pengontrol, tentu bisa dikontrol pula suhu yang ingin dicapai oleh sumber panas tersebut, tanpa menggunakan energi dari luar, baik untuk pendinginnya ataupun untuk penghasil listriknya. Sejarah penemuan energi termoelektrik
Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua logam tersebut lalu diletakkan jarum kompas. Ketika sisi logam tersebut dipanaskan, jarum kompas ternyata bergerak. Belakangan diketahui, hal ini terjadi karena aliran listrik yang terjadi pada logam menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah yang menggerakkan jarum kompas. Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan efek Seebeck.
Penemuan Seebeck ini memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier untuk melihat kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Efek Seebeck dan Peltier inilah yang kemudian menjadi dasar pengembangan teknologi termoelektrik.
Setelah itu, perkembangan termoelektrik tidak diketahui dengan jelas sampai kemudian dilanjutkan oleh WW Coblenz pada tahun 1913 yang menggunakan tembaga dan constantan (campuran nikel dan tembaga). Dengan efisiensi konversi sebesar 0,008 persen, sistem yang dibuatnya itu berhasil membangkitkan listrik sebesar 0,6 mW.
AF Ioffe melanjutkan lagi dengan bahan-bahan semikonduktor dari golongan II-V, IV-VI, V-VI yang saat itu mulai berkembang. Hasilnya cukup mengejutkan, di mana efisiensinya meningkat menjadi 4 persen. Ioffe melakukan satu lompatan besar di mana ia berhasil menyempurnakan teori yang berhubungan dengan material termoelektrik. Teori itu dibukukan tahun 1956 yang kemudian menjadi rujukan para peneliti hingga saat ini.
Penelitian termoelektrik muncul kembali tahun 1990-an setelah sempat menghilang hampir lima dasawarsa karena efisiensi konversi yang tidak bertambah. Setidaknya ada tiga alasan yang mendukung kemunculan tersebut.
Pertama, ada harapan besar ditemukannya material termoelektrik dengan efisiensi yang tinggi, yaitu sejak ditemukannya material superkonduktor High-Tc pada awal tahun 1986 dari bahan yang selama ini tidak diduga (ceramic material).
Kedua, sejak awal 1980-an, teknologi material berkembang pesat dengan kemampuan menyusun material tersebut dalam level nano. Teknologi analisis dengan XPS, UPS, STM juga memudahkan analisis struktur material.
Ketiga, pada awal tahun 1990, tuntutan dunia tentang teknologi yang ramah lingkungan sangat besar. Ini memberikan imbas kepada teknologi termoelektrik sebagai sumber energi alternatif. Pengembangan energi termoelektrik
Banyak aplikasi lain penggunaan energi termoelektrik yang sedang dikembangkan saat ini, seperti pemanfaatan perbedaan panas di dasar laut dan darat, atau pemanfaatan panas bumi. Kesulitan terbesar dalam pengembangan energi ini adalah mencari material termoelektrik yang memiliki efisiensi konversi energi yang tinggi.
Parameter material termoelektrik dilihat dari besar figure of merit suatu material. Idealnya, material termoelektrik memiliki konduktivitas listrik tinggi dan konduktivitas panas yang rendah. Namun kenyataannya sangat sulit mendapatkan material seperti ini, karena umumnya jika konduktivitas listrik suatu material tinggi, konduktivitas panasnya pun akan tinggi.
Material yang banyak digunakan saat ini adalah Bi 2 Te 3, PbTe, dan SiGe. Saat ini Bi2 Te3 memiliki figure of merit tertinggi. Namun, karena terurai dan teroksidasi pada suhu di atas 500 oC, pemakaiannya masih terbatas.
Rendahnya figure of merit ini menyebabkan rendahnya efisiensi konversi yang dihasilkan, di mana saat ini efisiensinya masih berkisar di bawah 10 persen. Nilai ini masih berkurang sampai 5 persen setelah menjadi sebuah sistem pembangkit listrik. Masih cukup jauh dibandingkan dengan solar cell yang sudah mencapai 15 persen.
Namun, penelitian ini masih terus berkembang, apalagi setelah Yamaha Co Ltd berhasil menaikkan figure of merit sebesar 40 persen dari yang ada selama ini. Sumber : Kompas (7 Agustus 2004)



MELIRIK ENERGI PANASBUMI

MELIRIK ENERGI PANASBUMI
Oleh Bosman Batubara*
Boleh dikata kebijakan diversifikasi energi di Indonesia jomplang. Dikatakan jomplang karena pasar energi di Indonesia masih terkonsentrasi pada Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini semakin ironis mengingat pelbagai macam “bom waktu” yang tersimpan seiring dengan pemakaian BBM. Sebut saja misalnya, beban negara yang harus terus menyubsidi rakyat, cadangan minyak bumi yang semakin menipis ditingkahi kebutuhan energi yang semakin tinggi, dan tabungan kerusakan ekologis berupa—salah satunya—pemanasan global sebagai akibat terbentuknya selubung pelbagai macam gas di atmosfer bumi kita.
Mengacu pada publikasi Departemen ESDM, Indonesia memiliki cadangan energi fosil berupa 86,9 miliar barrel minyak yang dapat digunakan selama 18 tahun, cadangan gas alam sebesar 384,7 triliun standar kaki kubik, untuk penggunaan selama 61 tahun, dan cadangan batubara sebesar 57 miliar ton, untuk penggunaan selama 147 tahun. Adapun energi non-fosil seperti air dan panasbumi, mencapai setara dengan 219 juta barrel minyak, dan istimewanya cadangan non-fosil ini dapat diperbaharui (renewable), (Kompas, 28/5/05). Sementara kebutuhan manusia akan energi semakin hari semakin meningkat. Ambil contoh, kebutuhan minyak mentah dunia akan naik sebesar kurang lebih 1,7%, dari 82, 4 juta barrel pada tahun 2004, menjadi 83,8 juta barrel pada tahun 2005 (Kompas, 9/5/05).
Untuk permasalahan ekologi, anda jangan heran apabila cuaca di kota anda semakin lama semakin panas. Mudah dipahami. Salah satu penyebab naiknya suhu di permukaan bumi adalah adanya fenomena “efek rumah kaca”. Efek rumah kaca diartikan sebagai kenaikan suhu di bumi karena adanya kandungan berbagai macam gas yang membentuk selubung di atmosfer bumi kita. Kejadiannya kira-kira sebagai berikut. Panas matahari yang sampai di bumi kita, tidak semuanya terserap oleh bumi, tetapi ada bagian-bagian yang dipantulkan kembali ke atmosfer. Begitu sampai di bagian gas yang membentuk selubung tadi, panas matahari hasil pantulan ini tidak bisa menembus selubung gas, tetapi kembali terpantulkan ke arah bumi. Akibatnya suhu di bumi naik. Banyak akibat susulan yang akan timbul karena naiknya suhu di permukaan bumi kita, salah satunya—dan yang paling sering disebut-sebut orang—adalah mencairnya tubuh-tubuh es yang ada di bumi, sehingga ada kemungkinan seluruh daratan di bumi akan tergenang.
Salah satu jenis gas yang membentuk selubung di atmosfer tersebut adalah gas CO2 (karbon diokasida). CO2, dalam kondisi seimbang, merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses pernafasan. Akan tetapi melihat lekasnya laju deforestasi di muka bumi dan pemakaian bahan bakar fosil—salah satu bakal penghasil gas CO2—maka lama-kelamaan keadaan semakin tidak setimbang. Produksi gas CO2 terlalu banyak, sementara pengonsumsinya terus berkurang.
Salah satu penghasil gas CO2 adalah kenderaan bermotor dan mesin-mesin lain yang menggunakan bahan bakar fosil. Sewaktu keluar dari mesin sebagai gas buangan, gas ini masih dalam bentuk CO (karbon monoksida). Karbon monoksida sendiri sangat berbahaya. Dalam darah CO memiliki kemampuan mengikat haemoglobin (butir-butir darah merah), sehingga dapat menghentikan proses pernafasan. Di udara bebas, CO akan bereaksi dengan O2 dan membentuk gas CO2 yang kemudian menyumbang terbentuknya selubung gas “rumah kaca”. Sebagai contoh, di kota Yogyakarta kandungan gas CO yang dihasilkan dari kenderaan bermotor roda 2 dan roda 4 pada tahun 2003 mencapai 0,19-14,95 % (KOMPAS, 30/4/05). Dan kesemuanya itu tentunya menyumbang untuk pemanasan global (global warming) tadi.
Dengan kondisi macam begitu, tidak aneh kalau pasca Kongres Panasbumi Dunia (World Geothermal Congress) 2005 di Antalya, Turki, maka delegasi Asosiasi Panasbumi Indonesia (API) langsung menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan “mengampanyekan” energi panasbumi sebagai salah satu sumber energi di luar BBM yang “dapat diharapkan”.
Banyak faktor penyebab mengapa panasbumi yang, didefinisikan sebagai energi panas dari dalam bumi yang dapat diambil dalam bentuk uap, air panas, atau campuran keduanya (Pri Utami, 2003), dapat diandalkan sebagai sumber energi yang “dapat diharapkan”, terutama untuk kasus Indonesia.
Pertama, tentunya keterdapatan energi panasbumi di Indoneisa yang melimpah. Potensi panas bumi di Indonesia dalam pelbagai macam status sangat melimpah,. Terdiri dari 9530 Megawatt (MW) berstatus Sumberdaya Spekulatif, 4714 Sumberdaya Hipotesis, 9912 MW Cadangan Terduga, 728 MW Cadangan Mungkin dan 2305 Cadangan Terbukti, total jenderal 27.189 MW. Kesemua sumberdaya dan cadangan panasbumi tersebut tedistribusi di 251 lokasi mulai dari provinsi paling barat, NAD, sampai di provinsi paling timur, Papua. Dengan jumlah potensi energi panasbumi sebesar itu, maka Indonesia menjadi negara pemilik cadangan energi panasbumi terbesar di dunia (kurang lebih 40% cadangan dunia). Namun, dari sekian potensi tersebut, yang sudah dimanfaatkan (terpasang) baru 807 MW, (Sjafra Dwipa, 2003).
Kedua, tentunya sifat energi panasbumi yang dapat diperbaharui (renewable). Dengan teknik injeksi, maka uap air yang sudah diambil panasnya untuk memutar turbin dapat dipompakan kembali ke dalam volume batuan di bawah permukaan yang mampu menyimpan dan melalukan fluida serta memiliki temperatur dan tekanan yang sesuai untuk sistem panasbumi (reservoir). Renewabilitas panasbumi inilah yang menjadi salah satu faktor penting yang membedakannya dengan sumber energi lain seperti BBM dan Batubara.
Ketiga, energi panasbumi sebagai energi yang ramah lingkungan. Hal ini ditinjau dari kandungan emisi gas buang energi panasbumi jikalau dibandingkan dengan bahan bakar minyak dan batubara. Emisi gas CO2 panasbumi sekira 4 kali lebih kecil dari emisi gas CO2 minyak dan batubara, (Pri Utami, 2003).
Keempat, perkembangan rekayasa pemanfaatan terpadu energi panasbumi memperlihatkan gejala domestik. Ini berarti energi panasbumi bukan komoditas ekspor seperti BBM. Dengan demikian energi panasbumi akan menjadi sumber energi lokal dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan energi setempat, sekaligus, efek dominonya diharapkan akan merangsang pertumbuhan daerah terkait.
Begitupun, terlepas dari segala macam keutamaan energi panasbumi seperti yang sudah dipaparkan di atas, ternyata sumber energi ini tidak luput pula menuai kritikan. Meski bernada sangsi, maka tulisan George Junus Aditjondro (GJA) dapat dianggap sebagai salah satunya. GJA mengaitkan keberadaan lapangan panasbumi Lahendong yang diharapkan berkekuatan 60 MW dengan fenomena bocornya seng atap rumah-rumah penduduk di sekitarnya, sehingga harus diganti dengan atap rumbia (GJA, 2003). Padahal, perlu diketahui bahwa gejala pengaratan atap berbahan seng pada daerah sekitar gunungapi yang menghasilkan belerang—lapangan panasbumi umumnya berasosiasi dengan gunungapi—sudah menjadi sesuatu yang lazim. Di sekitar gunung Sorik Marapi (Mandailing Natal, Sumatera Utara) misalnya, sejak zaman dahulu masyarakat disana membangun rumahnya dengan beratapkan ijuk, karena bila memakai seng sangat cepat mengalami pengaratan.
Demikianlah. Sebagai penutup, tiada cara lain, kecuali mengunci tulisan ini dengan harapan; semoga kebijakan energi pemerintah semakin terdiversifikasi. Karena kalau tidak, boleh jadi kita sendiri: manusia, akan terjebak dalam lubang-lubang masalah yang (juga) kita cipta sendiri, dan menyebabkan kepunahan semesta. Dan itu tragis.***


* adalah mahasiswa Jurusan Teknik Geologi FT-UGM


Dari si penulis :
On 4/9/06, bosman batubara wrote:
>
> Saya sudah joint kok Pak di milis "Geologi UGM." Mungkin ada yang
> meng-invite. Terima kasih Pak.
> Btw, saya juga pernah menulis tentang geothermal dulu sewaktu masih menjadi
> mahasiswa (itu dulu atas motivasi dari Pak Sukusen. Saya ga' tau apakah
> beliau masih ingat atau sudah lupa). Dulu pernah dimuat di salah satu koran
> lokal di Medan (persisinya saya sudah lupa). Tetapi sangat dangkal Pak.
> (tetapi yang ini jangan Bapak forward ke milis UGM, wah... saya malu nanti).
> sekali lagi terima kasih.
>
> bb