PENDAHULUAN
P. Sumbawa terletak di jalur gunungapi (volcanic belt) orogen Sunda. Sepanjang jalur ini banyak terdapat pemunculan manifestasi panas bumi, yang mengidentifikasikan adanya potensi energi panas bumi di kedalaman. Potensi ini apabila di kelola secara baik dan terencana akan bisa menghasilkan energi listrik berasal dari energi panas bumi.
Beberapa penyelidik terdahulu menyebutkan bahwa di Hu’u-Daha, Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat manifestasi panas bumi berupa mata air panas dan batuan alterasi.
Selain itu wilayah Kabupaten Dompu ini tidak memiliki potensi sumber energi fosil seperti minyak bumi, gas maupun batubara sehingga konsumsi energi untuk penduduk dan daerah harus dipasok dari wilayah lain yang mengakibatkan nilai subsidi menjadi lebih besar. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang dari waktu ke waktu semakin meningkat perlu diupayakan untuk mencari sumber energi alternatif yang berasal dari bumi Kabupaten Dompu sendiri. Salah satunya adalah energi panas bumi.
Berdasarkan data tersebut, maka perlu dilakukan penyelidikan panas bumi terpadu berupa survei geologi, geokimia dan geofisika dengan maksud untuk mengidentifikasi karasteristik geologi berupa urutan dan sebaran batuan, struktur geologi, alterasi dan perangkap panas yang ada di daerah Hu’u serta untuk mengetahui tipe, sistim, parameter, konfigutasi dan struktur bawah permukaan, sehingga akan diketahui luas daerah prospek, daerah dis-charge dan re-charge, model panas bumi, potensi cadangan panas bumi “terduga” dan temperatur fluida bawah permukaan di daerah Hu’u.
LOKASI PENYELIDIKAN
Daerah selidikan berada di wilayah Kecamatan Hu’u-Rasabau, Kabupaten Dompu, Provinsi NTB. Luasnya ± 32 X 27 km2 yang berada pada posisi geografis 124o50’03”-125o08’02” BT dan 08o08’35” -08o23’43” LS (Gambar 1).
METODA PENYELIDIKAN
Penyelidikan panas bumi terpadu di Hu’u, NTB memakai 3 metoda, yaitu: geologi, geokimia dan geofisika. Penyelidikan difokuskan pada tubuh vulkanik Puma dan Wawosigi yang berumur Miosen dan mempunyai manifestasi panas di Desa Hu’u dan Daha. Sebelum pelaksanaan survei dilakukan persiapan yang meliputi telaahan Citra (image) Landsat yang datanya diadobsi dari (www.landsat.org, 2001).
Penyelidikan geologi lapangan menggunakan lintasan peta secara random. Pengamatan data memakai alat GPS/Global Positioning System. Data dan sampel batuan yang selektif diolah dan dianalisis untuk mendapat hasil simpulan, sedangkan umur batuan diambil dari referensi.
Pengamatan geokimia dan geofisika difokuskan di daerah menifestasi dengan grid lintasan berjarak 1000 X 250 m. Panjang lintasan A, B, C, D dan E 7000 m, E, F-6500 m dan G-5500 m yang memotong struktur geologi dan disesuaikan kondisi topografi.
Dalam penyelidikan geokimia diambil sampel air panas, Hg tanah dan CO2 udara tanah untuk analisis laboratorium. Analisis air panas menghasilkan konsentrasi kation dan anion unsur major, isotop 18O dan deuterium. Selanjutnya ditetapkan tipe dan berpengaruh lingkungan dengan cara pengeplotan kedalam diagram segitiga Cl-SO4-HCO2, Cl/100-Li-B/4 dan Na/1000-K/100-ÖMg, sedangkan penghitungan Geotermometer air panas menggunakan unsur SiO2, Na/K, Na-K-Ca atau K-Mg.
Sampel tanah dan udara tanah pada kedalaman 1 m di 102 titik lintasan dianalisis kandungan Hg dan CO2. dan dibuat sebaran kontur anomali untuk indikasi daerah up-flow.
Dalam penyelidikan geofisika dipakai 4 cara, yaitu geo-magnet, gaya berat, geo-listrik dan Head-On. Pengukuran geo-magnit dilakukan di 224 titik amat dari 188 titik ukur di lintasan dan 36 titik amat regional dengan jarak 500 m. Pendataan intensitas magnit dilakukan dengan memakai 4 set alat magnetometer tipe G-856, G-836 dan G-826 dengan ketelitian dari 0.1, 1.0 dan 10 gamma dan harga IGRF 45.210 gamma serta variasi harian dengan harga fluktuasi antara 45.125 - 45.212 gamma.
Penyelidikan gaya berat dilakukan untuk identifikasi struktur bawah permukaan. Penentuan densitas batuan dilakukan langsung di laboratorium dari sampel yang diambil, sehingga sesuai fakta sebenarnya di lapangan. Harga rata-rata menunjukkan 2.42 gr/cm3.
Pada penyelidikan geo-listrik dipakai metoda Schlumberger bentangan simetris 2 arah. Pengukuran tahanan jenis semu dilakukan memakai bentangan AB/2=250, 500, 750 dan 1000 m dan dibuat peta anomalinya. Namun bentangan yang representatif untuk kedalaman diambil AB/2= 1000 m. Sedangkan penampang tahanan jenis semu dibuat di setiap lintasan dan pengukuran penampang tahanan jenis sebenarnya dilakukan di 5 titik sounding: C-3000, D-3000 dan 4000, E-4000 serta F-4000.
Pengukuran Head-On dilakukan di 2 lintasan X dan Y dengan interval titik ukur 100 m. Keduanya dibuat tegak lurus struktur dengan jarak elektroda C= 4000 m. Interpretasi struktur head-on dibuat berdasarkan ploting perpotongan kurva tahanan jenis semu dengan sumbu kedalaman sama dengan AB/4 di penampang lintasan X dan Y untuk mendapat arah dan kemiringan sesar.
GEOLOGI
Geologi regional, P. Sumbawa merupakan bagian busur gunungapi Banda. Akibat gejala tektonik banyak terbentuk struktur-struktur lipatan, sesar dan kelurusan vulkanik yang mempunyai arah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara (Bemmelen, 1949). Di utara pulau ini ada G. Tambora yang meletus tahun 1815 (Herdervani 1963).
Perusahaan Listrik Negara/PLN yang pernah melakukan pemetaan geologi di Hu’u dan sekitarnya dalam rangka survei panas bumi pada tahun 1984 menguraikan bahwa: batuan gunungapi yang ada di sini berumur Miosen Bawah dan pada bagian atasnya diendapkan aluvium dan endapan pantai yang berumur Resen.
Geologi daerah penyelidikan
Geomorfologi, berdasarkan kepada bentuk bentang alam, pola aliran sungai, tingkat erosi dan jenis batuannya di daerah Hu’u dapat dikelompokkan menjadi 4 satuan morfologi, yaitu satuan morfologi dataran pantai (SDP), satuan morfologi dataran rendah (SDR), satuan morfologi vulkanik Puma (SVP) dan satuan morfologi vulkanik Wawosigi (SVW) .
Stratigrafi, hasil pemetaan yang didukung interpretasi Citra Landsat dan analisis petrografi contoh batuan yang representatif menunjukkan bahwa di daerah Hu’u dapat dipisahkan menjadi 12 satuan. Urutan dari tua ke muda adalah: satuan lava G. Wawosigi 1/Tmlw 1, Satuan lava G. Wawosigi 2/Tmlw 2, Satuan breksi G. Wawosigi/Tmbw, Satuan aliran piroklastik G. Wawosigi/Tmaw, Satuan lava G. Puma 1/Tmlp 1, Satuan jatuhan piroklastik G. Puma/Tmjp, Satuan lava G. Puma 2 /Tmlp 2, Satuan aliran piroklastik G. Puma/Tmap, Satuan lava G. Puma 3/Tmlp 3, Satuan gamping terumbu/ koral (Qgt), satuan sedimen pantai (Qsp) dan Aluvium (Qa) (Gambar. 2). Hasil pentarikhan jejak belah (fision track dating) dari sampel lava G. Puma menunjukkan batuan itu berumur Miosen Atas (5.8 ± 0.2 Ma).
Struktur geologi, di Hu’u dicerminkan oleh bentuk-bentuk: depresi, kelurusan, paset segi tiga, dinding patahan (gawir sesar), kekar, offset batuan, kelurusan sungai, bukit dan tofografi, zona hancuran batuan/ breksiasi (fracture), manifestasi panas bumi berupa batuan alterasi argilik dan kelompok-kelompok mata air panas. Berdasarkan data itu maka ada 3 perioda pembentukan sesar, yaitu:
- Periode I, sesar-sesar berarah barat-timur, barat baratlaut-timur tenggara dan timurlaut-baratdaya yang merupakan sesar normal tertua. Sesar berarah barat-timur dinamakan sesar Lakei, yang berarah barat baratlaut-timur tenggara dinamakan sesar Hu’u lama dan yang berarah timurlaut-baratdaya dinamakan sesar Daha.
- Periode II, sesar-sesar berarah baratlaut-tenggara, yaitu sesar Madawa serta pasangan sesar Hu’u di utara dan sesar Ncangga di selatan.
- Periode III, sesar-sesar yang berarah utara-selatan (Lamea dan Tolokuta). Kedua sesar ini merupakan sesar normal paling muda. Sesar Lamea ada di teluk Lamea, sedangkan di teluk Tolokuta terdapat sesar Tolokuta dengan blok timur relatif turun (Gambar 2).
Geohidrologi, Daerah re-charge di Hu’u berada pada Satuan Morfologi Vulkanik Wawosigi/SVW dan Satuan Morfologi Vulkanik Puma/SVP yang mencakup ± 65 % seluruh luas daerah. Satuan ini mempunyai puncak-puncak kerucut dengan ketinggian antara 1300-1700 m dpl. Air hujan yang turun sebagian akan meresap ke daerah berelevasi rendah untuk selanjutnya muncul di lembah-lembah berupa mata air. Sedangkan air hujan yang teralirkan di permukaan bumi, akan mengalir sebagai aliran sungai dan menuju laut sebagai run off water.
Daerah dis-charge ada pada satuan Morfologi Dataran Pantai/SDP dan satuan Morfologi Dataran Rendah/SDR yang mencakup ± 35 % dari seluruh daerah penyelidikan. Air hujan/ meteoric water sebagian akan meresap kebawah melalui rekahan (fracture), porositas batuan dan gaya gravitasi untuk menjadi air tanah yang terperangkap jauh di bawah permukaan. Daerah ini menjadi kantong air (catchment area) dan tempat berakumulasinya air tanah, sedangkan sebagian air hujan yang mengalir di permukaan selanjutnya mengalir sebagai aliran sungai menuju ke arah laut.
GEOKIMIA
Mata airpanas dan batuan alterasi, mata air panas di Hu’u ada 9 lokasi, yaitu di Lacoha/APTC, Sori Rewa/APAER atau Ama Eno Rewa, Lapui/APLP (Desa Daha) dan Huu-1/APSH-1 atau S. Huu, Huu-2/APSH-2 atau Sori Owa, Lekai/APLK, Limea/APTL, Ncangga-1/APSC-1 dan Ncangga-2/APSC-2 (Desa Daha). Selain mata air panas di atas di Limea, cangga dan Pure juga ada batuan alterasi hydrothermal bertipe argilik sebagai gejala manifestasi panas bumi permukaan.
Karakteristik, tipe dan lingkungan airpanas, Dari contoh air panas hasil analisis laboratorium dapat ditentukan klasifikasi air berdasarkan kandungan konsentrasi unsur. Klasifikasi ini sangat tergantung pada kondisi air panas itu, pemunculannya, kontaminasi dan pengenceran oleh air di sekitarnya /air permukaan. Hasilnya dalam gambar 3 dan 4.
Kandungan unsur kimia air panas yang di plotkan pada diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 menunjukkan bahwa sebagian besar air panas berada dalam tipe bikarbonat (Lacoha, Sori Rewa, Lapui, Lakai, Huu-1, 2 dan Cangga 1), sedangkan air panas Cangga 2 masuk kedalam tipe sulfat dan mata air panas Limea ada dalam tipe klorida (Gambar 3 A). Hasil ploting diagram segitiga Na/1000-K/100-ÖMg menunjukkan bahwa semua mata air panas di atas masuk di daerah immature water (Gambar 3 B). Sedangkan diagram segitiga Cl-Li-B menunjukkan bahwa semua mata air panas berada di lingkungan yang terpengaruh unsur sedimen khususnya air panas Cangga 2 dan juga telah ter pengaruh air laut untuk mata air panas Limea. (Gambar 4).
Klas tipe air panas bikarbonat menunjukkan bahwa konsentrasi HCO3 jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi klorida dan sulfat. Ini akibat dari terlarutnya gas CO2 dari fluida bertemperatur relatif tinggi dari bawah yang terencerkan oleh air permukaan atau kemungkinan juga dari contoh air panas ini yang memang telah terkontaminasi dan didominasi oleh air meteorik/air permukaan. Sedangkan tipe air panas sulfat menunjukkan bahwa air panas ini dominan mengandung konsentrasi SO2 artinya berkemungkinan besar berasal langsung dari bawah pemukaan atau dari suatu reservoar air panas yang banyak mengandung gas-gas vulkanik (up-flow system). Namun mata air panas Limea yang termasuk tipe air panas klorida dengan jelas menunjukkan bahwa secara fisik di lapangan memang berada di pinggir teluk Limea dan telah terkontaminasi air laut. Sehingga tingginya Cl disini bukan dari suatu reservoar panas bumi melainkan dari pengaruh air laut. Daerah immature water menggambarkan adanya pengaruh air permukaan/ air meteorik yang dominan. Walaupun awalnya air panas itu berasal dari wadah fluida panas di kedalaman. Hal tersebut di dukung juga oleh grafik isotop δD (Deuterium) terhadap δ 18O yang menunjukkan bahwa mata air panas Huu, Daha dan Limea cenderung mendekati garis MWL/meteoric water line (Gambar 5). Grafik tadi menjelaskan bahwa mata air panas diatas sudah terkontaminasi oleh air permukaan.
Pendugaan temperatur bawah permukaan, Estimasi pendugaan suhu bawah permukaan/ Geothermometer air panas dihitung dari kandungan unsur kimia contoh air panas Lacoha, Sori Rewa, Lapui, Lakai, Huu-1, 2, Cangga 1, 2 dan Limea. Untuk air panas di diatas yang dominan bertipe bikarbonat juga ada yang bertipe sulfat dan klorida, maka penentukan pendugaan temperatur bawah permukaan yang memenuhi persyaratan dipakai rumus SiO2 conductive cooling dari sampel airpanas Cangga 2. Dari perhitungan geotermometer tersebut diperolah besaran temperatur empiris 180° C. Suhu reservoar sebesar 180° C itu merupakan suhu reservoar berentalpi menengah (medium enthalphy).
Sebaran konsentrasi Hg tanah dan CO2 udara tanah, Hasil analisis contoh tanah dan udara tanah diperoleh kandungan konsentrasi Hg tanah yang bervariasi antara 20-1425 pp dan CO2 udara tanah antara 0.03-1.95 %. Keduanya memiliki nilai ambang batas/ background value sebesar 720 ppb dan 0.60 % (v/v). Data itu selanjutnya di plotkan kedalam peta untuk mendapatkan kontur sebaran Hg tanah dan CO2 udara tanah di kedalaman 1 m (Gambar 6). Hasilnya menunjukkan bahwa anomali Hg dan C02 terfokus di Doro Nangasia, Ncangga dan Doro Wowosigi-Nangadoro dengan arah utara-selatan. Daerah ini merupakan zona-zona lemah tempat munculnya mata air panas Huu 1, 2 dan Cangga 1, 2 akibat sesar Huu, Cangga dan Nangadoro.
GEOFISIKA
Geo-magnet, peta anomali magnit total memperlihatkan beberapa kelurusan baratlaut-tenggara dan baratdaya-timurlaut yang ditafsirkan sebagai struktur.
Anomali magnit tinggi antara 0-670 gamma menunjukkan kutub-kutub magnit yang melingkar di utara, tengah, timurlaut, baratdaya dan selatan dan ditafsirkan sebagai batuan bersifat magnetik sedang-tinggi, batuannya adalah andesit dan lava yang muncul kepermukaan .
Anomali magnit rendah antara 0-886 gamma menyebar di utara, selatan, timurlaut, tengah dan baratdaya, ditafsirkan sebagai batuan bersifat non magnetik berupa batuan ubahan akibat fluida panas bumi.
Anomali magnit sedang antara 0-100 dan 0 sampai -100 gamma tersebar di seluruh daerah ditafsirkan merupakan batuan non magnetik yaitu breksi, tufa (batuan piroklastik).
Anomali Gaya Berat, hasil yang representatif yang ditampilkan disini adalah peta anomali sisa/residual. Peta tersebut merupakan ekstraksi anomali bouguer dengan anomali regional dan merupakan anomali gaya berat lokal. Peta anomali sisa merupakan respon dari batuan bawah permukaan yang relatif dangkal. Berdasarkan kontrasnya dapat ditarik kelurusan kontur yang secara kualitatif diinterpretasikan sebagai patahan di kedalaman. Terdapat lima patahan berarah tenggara-baratlaut dan 2 berarah baratdaya-timurlaut. Peta anomali sisa menunjukkan pola lineasi kontur cenderung berarah tenggara-baratlaut. Dengan harga anomali dikelompokkan menjadi 4, yaitu anomali rendah <-5 mgal yang menyebar ke timurlaut dan tenggara, anomali sedang dengan harga -5 s/d 0 mgal dan 0 s/d 5 mgal berada di timur dan anomali tinggi >5 mgal menempati bagian tengah dan utara (Gambar 7).
Geolistrik dan Head-On
Hasil penyelidikan geolistrik tahanan jenis, Hasil anomali tahanan jenis semu bentangan AB/2= 1000 m mempunyai pola hampir sama dengan pola tahanan jenis semu bentangan lebih pendek. Anomali sedang sedikit berada di lintasan B dan D, selanjutnya diikuti oleh anomali sedang-rendah cukup luas di bagian tengah dan timur dengan luas ± 10 Km2 pada setiap lintasan dengan arah penyebaran utara selatan. Anomali sedang-rendah seluas ± 10 Km2 ini diperkirakan sebagai daerah prospek panas bumi. Di bagian barat terdapat anomali rendah yang kemungkinannya merupakan repleksi dari air laut (Gambar 8).
Penampang tegak tahanan jenis sebenarnya, Dari data per titik sounding dibuat model penampang tahanan jenis 2-D. Penampang AB dibuat memotong setiap lintasan dengan arah baratdaya-timurlaut sehingga diperoleh penampang yang melalui 4 titik sounding di titik amat C3000, D4000, E4000, F4000. Hasil penampang AB menunjukkan terdapat 4 grup lapisan, yaitu: Lapisan I/lapisan permukaan, dengan nilai tahanan jenis antara 22-120 Wm, berketebalan 36-45 m dan terdapat di kedalaman 52-60 m, batuannya adalah lava dan breksi.
Lapisan II, dengan tahanan jenis 8-17 Wm, ber ketebalan 42-170 m dan berada pada kedalaman 160-250 m, batuannya diduga breksi/lava yang sudah lapuk.
Lapisan III, dengan nilai tahanan jenis 2-3 Wm, berketebalan 220-553 m, ada di kedalaman 425-715 m, diduga batuannya adalah batuan alterasi.
Lapisan paling bawah mempunyai nilai tahanan jenis 11-15 Wm dan berada di kedalaman lebih dari 715 m, batuannya adalah lava/breksi lapuk (Gambar 9).
Kurva dan interpretasi struktur head-on Lintasan-X, kurva tahanan jenis semu dibuat berdasarkan ploting perpotongan antara kurva hasil pengukuran dengan sumbu di kedalaman sama dengan AB/4. Pada penampang lintasan X, tampak 3 buah sesar. Sesar I terdapat pada titik amat X-600 di kedalaman yang berhubungan dengan bentangan AB/2= 200 m hingga AB/2= 400 m, dengan kemiringan hampir tegak. Sesar II ada pada titik amat X-1000, muncul pada semua bentangan mulai permukaan pada bentangan AB/2=200 m sampai bentangan yang paling besar/AB/2= 800 m, kemiringan struktur ke arah timur dan makin kedalam kemiringan makin tegak. Struktur III berada pada titik amat X-1850 dengan ke miringan hampir tegak ke arah barat sampai bentangan AB/2=400 m, kemudian menerus miring ke arah barat dengan sudut kemiringan lebih besar sampai pada titik amat X-1500. Dari struktur II dan III yang menerus sampai kedalaman, maka diperkirakan zona itu adalah zona depresi di sepanjang S. Hu’u dan merupakan akses manifestasi panas bumi kepermukaan.
DISKUSI
Di daerah Hu’u, NTB akumulasi panas di bawah permukaan terindikasikan oleh adanya batuan ubahan argilit dan pemunculan beberapa mata air panas. Indikasi tadi menunjukkan bahwa fluida di bawah permukaan bersifat normal-asam, sehingga sistim lempung penudung/ clay cap hadir di sini. Lempung penudung letaknya berada di atas daerah reservoar, khususnya di sekitar manifestasi Pure, Limea dan Ncangga. Sedangkan Fluida panas di zona reservoar Hu’u diduga bersistim 2 (dua) fase, yaitu fase uap dan fase air panas dengan pH netral-asam.
Peta mapping geolistrik menunjukkan adanya anomali sedang-rendah di daerah tengah dan timur seluas ± 10 Km2. Sedangkan hasil sounding menunjukkan adanya daerah bernilai tahanan jenis 11-15 Wm pada kedalaman lebih dari 715 m, sehingga diduga terdapat reservoar pada kedalaman > 900 m (?).
Dari analisis geomagnet dan gaya berat terindikasi adanya struktur berupa sisa tubuh panas/pocket magma (?) di bawah permukaan dan diprediksikan sebagai sumber panas yang memanasi air tanah dalam di reservoar dan mendorong fluida panas keatas melalui zona sesar/rekahan yang menyebabkan terbentuknya batuan ubahan.
Model tentatif panas bumi daerah Hu’u, NTB menunjukkan, bahwa (Gambar 10):
Sumber panas/heat source diduga berupa bodi (tubuh) magma di bawah vulkanik Wawosigi dan Puma.
Zone reservoar berada di daerah akumulasi air tanah dalam dan berbentuk sistem air panas yang terperangkap di rekahan/ retakan batuan. Zona ini diperkirakan ada di kedalaman -900 hingga -1600 m di bawah manifestasi. Air tanah yang terpanasi di kedalaman itu selanjutnya akan naik kepermukaan melalui akses dalam zona patahan atau rekahan batuan dan muncul sebagai mata air panas.
Batuan penudung merupakan batuan lava hasil erupsi G. Wawosigi dan G. Puma berupa clay cap pada kontak sentuh dengan lapisan air panas di sekitar manifestasi air panas dan batuan alterasi. Di daerah manifestasi ketebalan lempung penutup ini lebih tebal bila dibandingkan dengan daerah yang semakin menjauh dari manifestasi permukaan.
Batuan konduktif adalah batuan-batuan Tersier Tua/ Miosen Bawah yang mengalami silisifikasi, dimana rambatan panas terkonduksi melalui batuan ini, sedangkan konveksi panas teralirkan melalui fluida di sepanjang zona permeabilitas/fraktur dan patahan.
Daerah prospek panas bumi terdapat pada zona depresi S. Hu’u yang menempati bagian tengah dan di timur. Kontur anomali nilai tahanan jenis sedang-rendah 15-5 Wm ini membuka ke arah timur dengan luas ± 10 Km2 dan mempunyai kedalaman > 900 m. Perkiraan/estimasi potensi cadangan terduga berdasar formula Standarisasi Potensi Panas Bumi Indonesia (DGSM, 1999), adalah:
Q = 0,11585 x A x ( TRes – T cut off) o C
di mana:
Q: Potensi energi panas bumi terduga (Mwe).
0,1158: nilai konstanta
A: Luas daerah potensi (km2).
berdasarkan peta tahanan jenis semu AB/2=1000 m.
TRes: Suhu bawah permukaan (o C).
yaitu 180o C berdasarkan perhitungan geotermometer air panas SiO2 “conductive cooling” .
Tcut off : Suhu cut off dalam oC, yaitu 120o C untuk reservoar berentalpi sedang (intermediate entalphy).
Asumsi ketebalan reservoar ± 1 Km.
Sehingga potensi cadangan terduga di daerah Hu’u adalah:
Q = 0.11585 x 10 x (180-120) Mwe
= 69 Mwe (60-70 Mwe).
KESIMPULAN
Di daerah Hu’u akumulasi fluida panas di kedalaman terindikasikan oleh adanya batuan ubahan dan mata air panas Lacoha, Sori rewa, Lapui, Hu’u, Lekai dan Ncangga yang bertemperatur antara 32.0 - 46.1°C dengan pH netral (6.5-7,3) dan mata air panas Limea bertemperatur 80oC dengan pH asam (2.1- 2.7).
Indikasi itu menunjukkan bahwa sifat fluida di bawah relatif netral-asam dengan entalphy sedang. Diperkirakan terdapat lempung penudung (clay cap) yang letaknya di atas reservoar di bawah manifestasi Pure, Limea dan Cangga. Sedangkan fluida panas yang terdapat dalam zona reservoar di daerah Hu’u diduga bersistim 2 fase, yaitu fase uap dan fase air pana. Namun fluida berfase air panas di sini jumlahnya relatif dominan apabila dibandingkan dengan fluida berfase uap.
REKOMENDASI
Adanya potensi energi panas bumi di daerah Hu’u, Nusa Tenggara Barat dengan cadangan terduga sebesar 60-70 Mwe dan mata air panas Cangga 2 yang bertipe sulfat yang mencerminkan sistim panas bumi up - flow perlu ditindak lanjuti dengan pemboran landaian suhu sedalam 250 m atau bor eksplortasi sedalam 1000-1500 m untuk membuktikan adanya potensi uap dan panas di kedalaman tersebut.
Namun disarankan potensi di zona up flow Cangga sebelum dilakukan pemboran landaian suhu atau pemboran eksplorasi perlu dilakukan survei megneto teluric (MT) untuk mengetahui daerah anomali dan patahan-patahan di penetrasi yang lebih dalam. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi pada masyarakat setempat dan perlu diinventarisasi wilayah tata guna lahan di daerah vulkanik Wawosigi dan Puma sehingga tidak terjadi hal yang beresiko di dalam pelaksanaan pemboran.
PUSTAKA
Bemmelen, van R.W., 1949; The Geology of Indonesia. Vol. I A.732 p. Government Printing Office. The Hague. Netherlands.
Breiner.S. 1973, Application Manual for Portable Magnetometers.
Fournier, R.O., 1981. Application of Water Geochemistry Geothermal Exploration and Reservoir Engineering,“Geothermal System: Principles and Case Histories”. John Willey & Sons. New York.
Giggenbach, W.F., 1988. Geothermal Solute Equilibria Deviation of Na-K-Mg – Ca Geo- Indicators. Geochemica Acta 52. pp. 2749 – 2765.
Mahon K., Ellis, A.J., 1977. Chemistry and Geothermal System. Academic Press Inc. Orlando.
Telford and Sheriff, 1990, Applied Geophysics, Cambridge University.
Gambar 1. Lokasi penyelidikan
Gambar 2. Peta geologi daerah Hu’u, Kabupaten Dompu, NTB
Gambar 3. Pengelompokan tipe air panas dan Kandungan relative Na, K dan Mg
Gambar 4. Diagram Cl, Li dan B
Gambar 5. Grafik isotop 18O vs Deuterium
Gambar 6. Peta Kontur Sebaran Hg Tanah
Gambar 7. Peta Kontur Sebaran CO2 Udara Tanah, Peta Anomali Sisa Gaya Berat dan Struktur Patahan, Peta Anomali Tahanan Jenis Semu A/B = 1000 m, Penampang Tahanan Jenis Sebenarnya C-3000, D-4000,E-4000 dan F-4000
Gambar 8. Model 3-D Tentatif Panas Bumi Daerah Huu, Kab. Dompu - NTB